TEMPO.CO, Kupang - Analisis Badan Meteorologi, Klimatilogi, dan Geofisika menunjukkan gempa bumi di Nusa Tenggara Timur terjadi pada Kamis dinihari, 24 Agustus 2016, pukul 03.39.43.
Gempa ini berkekuatan 6,1 yang berpusat di koordinat 7,46 Lintang Selatan dan 122,54 Bujur Timur, yaitu di Laut Flores pada jarak 105 kilometer arah barat laut Flores Timur pada kedalaman 537 kilometer.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kelas I Kupang Sumawan mengatakan hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) BMKG menunjukkan dampak gempa bumi berupa guncangan dirasakan di wilayah Nusa Tenggara Timur, seperti di Waingapu, Maumere, Ende, Alor, Sabu, dan Kupang.
Melalui siaran pers yang diterima Tempo, Sumawan mengatakan hanya beberapa warga merasakan guncangan ini karena terjadi saat mayoritas warga sedang tidur. Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan yang terjadi.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga saat ini belum terjadi gempa bumi susulan. Karena itu, masyarakat NTT diimbau agar tetap tenang. Meskipun gempa bumi ini termasuk klasifikasi kuat, tapi gempa ini berjenis hiposenter sehingga tidak berpotensi merusak dan tidak berpotensi tsunami.
"Aktivitas gempa dalam memang tidak membahayakan, tetapi jika magnitudonya besar dapat menimbulkan guncangan dengan spektrum yang luas wilayahnya," kata Sumawan.
Menurut dia, gempa dalam (deep focus earthquake) dengan hiposenter melebihi 300 kilometer di Laut Flores, merupakan fenomena menarik karena sangat jarang terjadi. Secara tektonik, wilayah Nusa Tenggara Timur yang terletak di zona pertemuan lempeng memiliki keunikan tersendiri karena di wilayah ini Lempeng Indo-Australia menyusup curam ke bawah Lempeng Eurasia hingga kedalaman 625 kilometer.
Dia melanjutkan, proses terjadinya gempa dalam masih banyak tanda tanya. Ada teori yang menjelaskan kaitannya dengan perubahan sifat kimiawi batuan pada suhu dan tekanan tertentu. Namun demikian, ada juga dugaan lempeng tektonik di kedalaman 410 kilometer terjadi gaya tarik lempeng ke bawah (slab pull) dan di sekitar kedalaman di atas 600 kilometer terjadi gaya apung lempeng yang menahan ke atas (slab buoyancy).
Jika ditinjau kedalamannya, Sumawan menambahkan, gempa ini terletak di zona transisi mantel pada kedalaman 410-600 kilometer. Maka aktivitas seismik yang terjadi sangat mungkin dipengaruhi gaya slab pull akibat tarikan gravitasi Bumi.
"Aktifnya gempa dalam di Laut Flores menjadi petunjuk bagi kita semua bahwa proses subduksi lempeng dalam di NTT hingga kini ternyata masih berlangsung," katanya.
YOHANES SEO