TEMPO.CO, Yogyakarta - Seandainya harga rokok benar-benar dibanderol Rp 50 ribu, seperti usulan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, mungkin Sukamto bisa lebih cepat melunasi biaya haji.
Bermula pada 2003, saat ia memutuskan untuk berhenti merokok. Uniknya, meski sudah memutuskan untuk tidak merokok, Sukamto tetap memasukkan pos pembelian rokok dalam anggaran pribadinya.
Rupanya, pegawai negeri di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta itu punya hajat tersendiri. “Uang untuk beli rokok itu saya tabung untuk naik haji,” katanya kemarin.
Sejak saat itu, setiap terima gaji, Sukamto menyisihkan dana yang selama ini ia gunakan untuk membeli rokok, untuk disetorkan ke bank. “Setara dengan rokok satu bulan Rp 400 ribu,” ucapnya.
Baca: 3 Konglomerat Terkaya di Indonesia Adalah Pengusaha Rokok
Hampir sepuluh tahun kemudian, pada 2012, pos anggaran pembelian rokok miliknya sudah cukup untuk mendaftar haji. Uang sebanyak Rp 25 juta ia gunakan untuk memperoleh nomor antrean keberangkatan haji. “Saya baru berangkat pada 2024,” katanya.
Meski sudah mendapat kursi untuk berangkat haji, Sukamto tetap meneruskan pengadaan pos pembelian rokok. Kali ini tidak saja untuk biaya haji, tapi juga untuk asuransi dan investasi. Serta menambah biaya haji istrinya, Harti Winarni.
Dulu saat masih mengisap rokok, Sukamto mengaku kerap merasa berdosa kepada anak dan istrinya. Hingga pada suatu malam, ia pancangkan niat untuk berhenti merokok. Satu–dua hari, ia mampu bersabar dari godaan rokok. Tapi, setelahnya, ia merasa seperti sakau. “Ada tiga bulan saya seperti itu,” katanya.
Baca: Wacana Rokok Rp 50 Ribu, Gubernur Jatim Soekarwo: Mending Nutup Pabrik
Namun dengan niat yang kuat, Sukamto mampu menaklukkan godaan untuk kembali merokok. Apalagi bila melihat teman-teman kantor dan ronda malam sedang merokok. "Tapi saya sudah bismillah, kalau malam ini tidak merokok, berikutnya pasti bisa," ucapnya.
Hasilnya, badannya yang dulu kurus kini menjadi lebih berisi. Ia juga merasa semakin sehat. Bahkan ia bisa menghabiskan tiga set badminton dalam sekali bermain.
Keputusannya untuk berhenti merokok mendapat dukungan dari istri dan anak-anaknya. "Dulu anak-anak tidak mau mendekat kalau Bapak merokok, sekarang banyak waktu untuk dekat dengan keluarga," kata Harti, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, ini.
MUH SYAIFULLAH