TEMPO.CO, Bandung - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan pemerintah harus mempelajari dampak jika harga rokok naik. “Dilihat dampaknya seperti apa dulu, dipelajari,” kata Deddy Mizwar di Bandung, Selasa, 23 Agustus 2016.
Deddy Mizwar mengatakan kenaikan harga rokok itu akan berdampak pada angka pengangguran. “Sementara pengangguran kita masih banyak, kemiskinan tidak juga berubah. Ini ada kemiskinan baru lagi yang ditimbulkan (dengan harga rokok naik),” katanya.
Menurut Deddy Mizwar, keputusan pemerintah menaikkan harga rokok demi menekan dampaknya bagi kesehatan itu harus dikaji matang. “Kajiannya harus betul-betul matang. Mungkin benar, tapi harus ada alasan yang tepat,” katanya.
Deddy Mizwar mengatakan, jika alasannya soal kesehatan, kemasan rokok sudah menampilkan peringatan bahaya merokok. “Kita sudah diperingati kok, diperingati bahwa itu mengganggu kesehatan, ini pilihan,” katanya.
Deddy Mizwar menyitir tulisan budayawan Mohamad Sobari. “Dia menjadi perokok umur 58 tahun karena secara moral, kita harus mempertahankan pabrik rokok kretek dari penguasaan asing. Jangan-jangan ini adalah kampanye asing untuk menguasai pabrik kretek kita,” katanya.
Hasil survei Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menjadi buah bibir. Menurut survei yang digelar pada Desember 2015-Januari 2016 itu, 72 persen dari 1.000 responden menyatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Dari hasil itu, muncul ide agar pemerintah menaikkan harga rokok.
AHMAD FIKRI