TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu belum mengetahui adanya permintaan gencatan senjata dari pemerintah Indonesia kepada Filipina, yang sedang menggempur sejumlah basis kelompok Abu Sayyaf. Permintaan itu diajukan Kementerian Luar Negeri demi menjaga keselamatan para sandera WNI.
"Tadi malam, saya koordinasi dengan Menhan Filipina, belum dengar soal itu," ujar Ryamizard di komplek Monumen Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Agustus 2016.
Meskipun begitu, Ryamizard membenarkan bahwa operasi militer memang dilakukan Filipina. Desakan ke basis Abu Sayyaf, menurut Ryamizard, adalah salah satu alasan bebasnya dua WNI yang menjadi sandera sejak Juni 2016.
"Dengan Moro (Front Pembebasan Nasional Moro/MNLF), ya bersama-sama mereka (militer Filipina) menggempur," ujar Ryamizard.
Ryamizard pun mengapresiasi ketegasan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang mencetuskan "pembersihan" basis kelompok separatis tersebut. Ryamizard berharap desakan militer Filipina membawa hasil yang baik, baik untuk pembebasan sandera maupun keamanan perairan Sulu.
"Presiden Filipina bilang, 'Kalau tak menyerah, saya habisi! Saya kasih kesempatan menyerah'," ujar Ryamizard menirukan ucapan Duterte.
Juru bicara Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, pada 18 Agustus lalu menuturkan permintaan gencatan senjata diajukan karena khawatir akan dampak operasi militer Filipina. "Kita tahu pemerintah Filipina melaksanakan sejumlah operasi militer. Kami mengingatkan mereka agar operasi itu jangan sampai membahayakan keselamatan WNI," ucap Arrmanatha di kompleks Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta.
YOHANES PASKALIS