TEMPO.CO, Sumenep - Warga Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sudah terbiasa mengisap rokok ilegal karena rokok resmi seharga Rp 10-20 ribu per bungkus sudah tak terjangkau, terutama bagi warga kurang mampu.
Bagi Amin, 70 tahun, warga Desa Ganding, Kecamatan Ganding, Kabupaten Sumenep, wacana menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus semakin memberatkan dia dan warga lain yang tidak bisa lepas dari rokok.
Baca: Rokok Naik Rp 50 Ribu? Begini Rencana Sri Mulyani
Menurut Amin, sudah lama dia beralih membeli rokok ilegal atau rokok tak bercukai produksi pengusaha lokal. "Rokok harga Rp 10 ribu per bungkus saja saya gak mampu beli, apalagi Rp 50 ribu," katanya, Selasa, 23 Agustus 2016.
Amin mengatakan, bila pemerintah benar-benar menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus, dia yakin warga tidak mampu seperti dia tidak akan mengurangi konsumsi rokok.
Baca: Wacana Rokok Rp 50 Ribu, Ini Tanggapan Sampoerna
Warga seperti dia, kata Amin, masih bisa membeli rokok ilegal buatan lokal yang harganya Rp 2.500 hingga Rp 5.000 per bungkus. Bahkan, bila rokok ilegal diberantas sekalipun, Amin mengatakan dia tetap bisa merokok lintingan, yaitu rokok buatan sendiri. "Kalau habis panen tembakau, saya menyisakan sedikit untuk dibuat rokok sendiri," ujar Amin.
Warga lainnya, Asik, 52 tahun, mengatakan di Desa Ganding hanya warga mampu yang mengkonsumsi rokok bermerek. Warga tidak mampu seperti dia sudah lama beralih membeli rokok ilegal. Dengan Rp 5.000 bisa membeli dua bungkus. "Sama-sama berpenyakit, ngapain beli yang mahal," ucapnya.
Baca: YLKI: Musuh Petani Tembakau Bukan Harga Rokok, tapi...
Bagi Asik, merokok atau tidak, itu urusan personal tiap orang. Banyak juga warga di Desa Ganding tidak merokok tapi kondisi perekonomiannya lebih-kurang sama dengan dia yang merokok. “Cari makan hari ini untuk dimakan hari ini,” tuturnya.
Asik mengatakan, bila pemerintah ingin menyejahterakan warga miskin, sebaiknya pemerintah menaikkan harga jual tembakau, yang saat hanya sekitar Rp 30 ribu per kilogram. "Kalau harga tembakau bisa Rp 50 ribu per kilogram itu bagus untuk perekonomian petani," katanya.
Baca: Menkeu: Belum Ada Kebijakan Terbaru Tarif Cukai Rokok
Berdasarkan pantauan Tempo, di toko milik Razak di Desa Ganding, misalnya, pemiliknya lebih banyak menjual rokok tak bercukai dibandingkan rokok bercukai. "Lebih laris rokok tak bercukai," ujarnya.
Menurut Razak, warga Ganding membeli rokok mahal yang bermerek hanya ketika menghadiri pernikahan atau undangan lainnya. Tujuannya, agar tidak malu saat berkumpul dengan banyak orang. "Kalau hari-hari biasa, rokok harga di bawah Rp 5.000 per bungkus yang laris manis."
MUSTHOFA BISRI
Baca Juga
Ahok Klaim Didukung Mega, PDIP: Ahok Seperti Pendekar Mabuk
Disebut Otak Pencopotan Ruhut Sitompul, Roy Suryo Tertawa