TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan harga jual rokok di Indonesia termasuk paling mahal dibandingkan dengan negara lain jika dilihat dari produk domestik bruto (PDB) masing-masing negara.
"Nominal di Indonesia itu harga rokoknya memang relatif lebih rendah daripada negara lain, katakanlah Singapura. Tapi kalau kita bandingkan secara relatif terhadap PDB kita, per kapita per hari, sebenarnya harga jual satu batang rokok kita itu justru termasuk yang tertinggi," kata Heru di Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta Pusat, Senin, 22 Agustus 2016.
Dia mengatakan harga jual rokok di Indonesia termasuk tinggi jika dibandingkan dengan kemampuan daya beli yang dilihat dari PDB Indonesia. "Itu ternyata datanya menunjukkan bahwa harga jual rokok di Indonesia relatif lebih mahal daripada Singapura dan Jepang," kata Heru.
Namun, jika dilihat dari nominalnya, Heru melanjutkan, harga jual rokok di Indonesia memang yang terendah. "Memang nominalnya itu lebih murah daripada negara-negara maju, tapi harus diingat, itu semua dipengaruhi oleh pendapatan kita, daya beli," kata Heru.
Dia menjelaskan harga jual rata-rata satu bungkus rokok di Indonesia sekitar 0,8 persen dari PDB per kapita per hari. Sedangkan harga jual rokok di Jepang 0,2 dari PDB per kapita per hari.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan tarif cukai dan harga rokok di Indonesia termasuk yang terendah di dunia sehingga masih bisa dijangkau oleh anak-anak dan masyarakat miskin.
"Tarif cukai tinggi, selain untuk melindungi rumah tangga miskin dan anak-anak, bisa meningkatkan penerimaan negara dari sisi cukai untuk dialokasikan ke anggaran kesehatan," kata Tulus.
Dia mengatakan harga rokok yang mahal dapat meningkatkan penerimaan negara dari sisi cukai hingga 100 persen. Penerimaan dari cukai rokok selama ini tidak dapat menutupi biaya kesehatan yang timbul akibat penyakit-penyakit yang disebabkan rokok.
ANTARA