TEMPO.CO, Purwakarta - Kontroversi tentang usulan agar pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sehingga harga per bungkus mencapai Rp 50 ribu ditanggapi serius oleh Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Menurut Dedi, produsen tambakau tradisional diuntungkan jika benar harga rokok melambung tinggi. Untuk menyiasati harga, para perokok berat kelas dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah akan ramai-ramai berpindah ke rokok tradisional seperti zaman dahulu, yakni rokok lintingan sendiri. "Mereka akan merokok bako (tembakau) tampang, mole, dan marsbrand yang dilinting dengan daun kawung (aren) atau kertas papier," katanya kepada Tempo pagi ini, Senin, 22 Agustus 2016.
Usulan menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus adalah hasil studi Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany. Studi itu mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal.
Dedi mendukung jika pemerintah benar-benar menaikkan tarif cukai rokok. Dia melihat ada celah positif buat para petani tembakau dan perusahaan tembakau rumahan buat mendapatkan keuntungan. Namun, menurut bupati yang selalu mengenakan pakaian khas Sunda itu, keuntungan besar produsen tembakau tradisional tadi tentunya dengan sejumlah persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud antara lain membangun sistem terutama memperpendek saluran distribusi sehingga mereka menang dari sisi harga dibandingkan produsen pabrikan. "Dengan begitu, para petani tembakau tradisional akan mengalami perubahan nasib yang signifikan."
Dedi lantas menuturkan bahwa selama ini dengan harga rokok yang relatif murah justru yang diuntungkan adalag produsen. Sedangkan para petani tembakau tetap saja hidup pas-pasan.
Baca: Harga Tembakau Anjlok di Tengah Wacana Kenaikan Harga Rokok
Wacana menaikkan tarif cukai rokok dipertanyakan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Jawa Timur termasuk daerah produsen tembakau dan di sana terdapat beberapa produsen rokok besar.
Soekarwo mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok yang berimbas apda kenaikan harga rokok. "Kalau dinaikkan, terus piye?" katanya, Jumat, 19 Agustus 2016.
Jika harga rokok naik, Soekarwo khawatir pendapatan petani tembakau dan buruh di pabrik rokok berkurang. "Jika pendapatan pabrik rokok berkurang, maka pengusaha pasti akan mengurangi jumlah buruh," ujar Pakde Karwo, sapaan Soekarwo.
Dia mengingatkan ada sekitar 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok. "Mudah-mudahaan saya diajak bicara sebelum cukai dinaikkan, biar ada masukan dari daerah."
Industri rokok pun bereaksi. PT Gudang Garam Tbk. tak yakin tarif cukai rokok dinaikkan begitu tinggi. "Sejauh ini, baru wacana," kata Direktur Gudang Garam Istata Taswin Sidharta saat jumpa pers dalam acara Investor Summit dan Capital Market Expo di Surabaya, Kamis, 18 Agustus 2016.
Menurut dia, jika harga per bungkus rokok menjadi Rp 50 ribu tentu memberatkan industri. "Saya rasa (industri) akan berantakan," ucap Istata.
Adapun Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) justru menilai, gagasan menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya akan menguntungkan produsen rokok. “Pabrik yang diuntungkan, belum ada jaminan petani sejahtera karena belum tentu harga tembakau ikut naik,” kata Sekretaris Gemati Syukur Fahrudin di Semarang pada Ahad, 21 Agustus 2016.
NANANG SUTISNA