TEMPO.CO, Kupang - Pengadilan Federal Australia di Sidney besok, Senin, 22 Agustus 2016, akan menggelar sidang perdana gugatan class action rakyat Nusa Tenggara Timur terhadap PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP). Gugatan ini terkait dengan pencemaran di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas, 21 Agustus 2009.
"Gugatan class action rakyat NTT terhadap Montara dimajukan pada besok, dari perkiraan akan dilaksanakan dua bulan ke depan," kata Ketua Tim Advokasi Petani Rumput Laut NTT Ferdi Tanoni kepada Tempo, Minggu, 21 Agustus 2016.
Rakyat NTT diwakili Daniel Sanda yang didampingi Ketua Tim Advokasi dari Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni dan Ben Slade dari kantor pengacara Maurice Blackburn Lawyers. Ada juga Greg Phelps dari Ward Keller. Mereka mendaftarkan gugatan class action di Pengadilan Federal Australia di Kota Sydney pada Jumat, 5 Agustus 2016.
Menurut Ferdi, gugatan yang diajukan rakyat NTT terkait dengan pencemaran ini baru sebatas pada nelayan rumput laut karena mereka memiliki lahan sehingga bisa dibuktikan secara nyata. Dari 12 kabupaten yang terkena dampak pencemaran Laut Timor itu, baru petani rumput laut dari dua kabupaten, yakni Rote dan Kupang, yang diajukan ke Pengadilan Federal Australia. Jumlah korbannya mencapai 13 ribu orang. "Jumlah korban bisa lebih, tapi kami baru ajukan dari dua kabupaten. Sisanya akan menyusul," ujarnya.
Dia meyakini gugatan itu akan menang di Pengadilan Federal Australia. Jika gugatan ini menang, gugatan selanjutnya berdampak pada berkurangnya ikan di Laut Timor. Selain itu, dampak kesehatan dengan sendirinya akan diakui oleh PTTEP Australasia.
Pihaknya sudah mencoba bernegosiasi dengan PTTEP Australasia untuk menyelesaikan masalah ini secara damai, tapi ditolak oleh PTTEP di Canbera. Itu sebabnya mereka juga menyayangkan gugatan ini. Karena itu, dia berharap didukung Presiden Joko Widodo untuk bersama menuntaskan kasus pencemaran di Laut Timor ini. "Jika terjadi negosiasi, gugatan ini bisa dicabut kembali," tuturnya.
Dukungan pemerintah pusat, kata Ferdi, bisa berupa pembekuan aset PTTEP Australasia di Indonesia bernilai Aus$ 3,5 miliar atau mencabut kesepakatan di Laut Timor pada 1997, yang hingga saat ini belum diratifikasi. "Harus ada sikap tegas dari Jokowi untuk menuntaskan masalah ini," ucapnya.
YOHANES SEO