TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio pada Maret 2016 turun 0,011 poin dibanding tahun sebelumnya. Gini Ratio Maret 2016 tercatat 0,397, sedangkan pada Maret 2015 mencapai 0,408.
"Presentasenya juga turun jika dibandingkan dengan September 2015 yang mencapai 0,402," kata Kepala BPS Suryamin di Kantor BPS, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.
Suryamin mengatakan ada beberapa faktor penyebab turunnya Gini ratio. Salah satunya adalah kenaikan upah buruh tani dan bangunan. Upah buruh tani harian naik 2,99 persen, dari Rp 46.180 pada Maret 2015 menjadi Rp47.559 pada Maret 2016. Upah buruh bangunan pun naik 2,99 persen dari Rp 79.657 pada Maret 2015 menjadi Rp 81.481 pada Maret 2016.
Peningkatan jumlah pekerja bebas pertanian dan non pertanian juga turut mendukung menurunnya Gini Ratio. Berdasarkan data Survey Angkatan Kerja Nasional, jumlah pekerja bebas pertanian naik dari 5,1 juta orang pada Februari 2015 menjadi 5,2 juta orang pada Februari 2016. Sementara jumlah pekerja bebas non pertanian naik dari 6,8 juta orang pada Februari 2015 menjadi 7 juta orang pada Februari 2016.
Suryamin mengatakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk 40 persen terbawah juga terus meningkat. Pengeluaran per kapita per bulan penduduk tersebut meningkat dari Rp 371.336 pada Maret 2015 menjadi Rp 416.489 pada September 2015. Jumlahnya kembali meningkat menjadi Rp 423.969 pada Maret 2016.
"Kenaikan pengeluaran merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok penduduk bawah," kata Suryamin. Ia mengatakan peningkatan didorong oleh upaya pembangunan infrastruktur padat karya, serta perbaikan pendapatan PNS golongan bawah. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan sosial mulai dari pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Suryamin mengatakan penurunan angka Gini Ratio kemungkinan besar berkaitan dengan menguatnya perekonomian penduduk kelas menengah bawah. "Ini dampak dari pembangunan infrastruktur dan beragam skema perlindungan sosial yang dijalankan pemerintah," kata dia. Ia mengatakan pengembangan usaha industri, perdagangan, dan jasa yang sudah lebih kondusif juga ikut berperan.
Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar Rp0,410. Angkanya turun 0,018 poin dibandingkan Maret 2015 yang mencapai 0,428 dan turun 0,09 poin dibandingkan September 2016 sebesar 0,419. Sementara Gini Ratio di pedesaan pada Maret 2016 sebesar 0,327, turun 0,007 poin dibandingkan Maret 2015 yang mencapai 0,334. Angkanya juga turun 0,002 poin dibandingkan September 2015 sebesar 0,329.
Suryamin mengatakan perhitungan Gini Ratio membagi tiga kelompok masyarakat yaitu penduduk 40 persen terbawah, penduduk 40 persen menengah, dan penduduk 20 persen atas. Selama periode Maret 2015-Maret 2016, distribusi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah. "Namun distribusinya menurun," kata Suryamin. Distribusi pada September 2015 sebesar 17,45 persen sementara pada Maret 2016 17,02 persen.
Distribusi pengeluaran pada kelompok tersebut do perkotaan pada Maret 2016 sebesar 15,91 persen. Jumlahnya meningkat dibandingkan Maret 2015 yang hanya 15,83 persen. Namun jumlahnya menurun jika dibandingkan September 2016 yang mencapai 16,39 persen.
Sementara distribusi di pedesaan pada Maret 2016 sebesar 20,40 persen. Jumlahnya menurun bila dibandingkan Maret 2015 yaitu 20,42 persen dan September 2015 yaitu 20,85 persen.
VINDRY FLORENTIN