TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemikiran Presiden Indonesia, Sukarno dibahas di Yogyakarta pada Hari Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, Rabu malam, 17 Agustus 2016. Ide-ide Sukarno muda dibicarakan bersama pemutaran film berjudul Sukarno di Ende.
Sejarawan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Baskara T. Wardaya mengatakan ada lima hal penting pada diri Sukarno muda. Ketika belajar di jurusan Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung, Sukarno banyak membaca buku-buku pemikir penting.
Di antaranya tokoh dunia nir-kekerasan Mahatma Gandhi, filsuf Karl Marx, dan filsuf Friedrich Engels. "Sukarno membaca dan mencatat pemikiran tokoh-tokoh penting secara serius," kata Baskara dalam diskusi dan bedah buku bertajuk Sukarno Muda yang digelar Social Movement Institute di toko buku Togamas Yogyakarta.
Selain melahap buku-buku pemikir penting dunia, Sukarno muda juga serius merampungkan studinya dan menjadi sarjana teknik. Dia juga kerap bersinggungan dengan rakyat. Misalnya bertemu nelayan, petani, guru agama Islam, dan pastur di Ende. Sukarno juga gemar berdiskusi dan mengorganisasi orang, misalnya lewat PNI. Hal lain yang kuat pada Sukarno adalah ia punya komitmen yang kuat untuk Bangsa Indonesia ketika belum terbentuk.
Menurut Baskara, Sukarno adalah pemikir Indonesia yang pikiran-pikirannya berkembang dan konsisten. Sejak usia 25 tahun hingga usia 65 tahun, ide-ide yang Sukarno usung konsisten, yakni ingin memerdekakan dari penjajahan atau kolonialisme.
Penulis buku tentang Sukarno, Peter Kasenda, mengatakan pikiran Sukarno sudah matang sejak tahun 1930-an sudah matang. Sejak muda, Sukarno banyak menulis buku. Karya klasik Sukarno, kata Peter di ditulis tahun 1926 berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.
Tulisan itu muncul ketika ada pemberontakan Partai Komunis Indonesia tahun 1926. Ada juga karya pidato pembelaan Sukarno dalam Indonesia Menggugat. Karya lainnya berjudul Mencapai Indonesia Merdeka. "Pemikiran Sukarno konsisten," kata Peter.
Pemikiran yang konsisten itu misalnya pada 1926-1930 tentang nasionalisme dan marhaenisme. Sedangkan tahun 1960-an, Sukarno menggagas Nasionalisme, Agama, dan Komunisme.
SHINTA MAHARANI