TEMPO.CO, Yogyakarta - Penyair Joko Pinurbo membaca puisi yang ia ciptakan secara khusus untuk peringatan 20 tahun kematian wartawan Harian Bernas Jogja, Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin, di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Selasa malam, 16 Agustus 2016. Joko Pinurbo menciptakan puisi secara khusus yang ia beri judul Kemerdekaan Itu.
"Kemerdekaan itu, Udin, kata-kata yang menetes dari mata pena peninggalanmu, yang kami pakai untuk mengaduk secangkir kopi, yang kami seduh dan kami hirup pada jam ngantuk kami."
Larik puisi itu menemani acara peringatan 20 tahun kematian Udin yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, AJI Indonesia, dan relawan dari pers mahasiswa sejumlah kampus di Yogyakarta. Seperti pada larik puisi yang dibuatnya, orang datang menonton acara itu sampai rampung.
Joko Pinurbo yang gemar kopi menggunakan metafor minuman itu untuk mengenang kematian Udin dalam puisinya. "Kopi sahabat karib jurnalis dan pengarang," katanya.
Joko Pinurbo mengatakan perjuangan untuk menuntut kasus Udin penting, seperti orang yang terjaga bersama kopi. Tidak hanya kasus Udin, Joko Pinurbo berharap, semua kasus kekerasan yang menimpa jurnalis diusut tuntas.
Termasuk kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Medan. Menurut dia, kasus kekerasan terhadap jurnalis harus diselesaikan supaya kemerdekaan lebih bermakna. "Tanpa itu, kemerdekaan di era reformasi hanya label," tutur Joko Pinurbo.
Ia, yang berorasi budaya, juga membaca puisi karya penyair besar Chairil Anwar berjudul Prajurit Jaga Malam. Ada juga puisi W.S. Rendra berjudul Kangen dan Toto Sudarto Bachtiar berjudul Tentang Kemerdekaan.
Aktivis dan pencipta lagu perlawanan, John Tobing, juga hadir membawakan lagu berjudul Darah Juang. Ada pula lagu tentang buruh migran.
Pada sore di hari yang sama, jurnalis dan pegiat demokrasi melakukan aksi diam dengan mulut ditutup lakban. Mereka berdiri melingkar di Tugu Yogyakarta dan membawa poster bergambar Udin, menaburkan bunga, dan memukul kentongan sebanyak 20 kali sebagai aksi simbolis.
Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria, mengatakan pada peringatan 20 tahun kematian Udin, AJI Yogyakarta menggelar serangkaian acara untuk mengenang dan mengampanyekan penuntasan kasus Udin. Kegiatan ini tak hanya melibatkan kalangan jurnalis, tapi juga seniman, pers mahasiswa, tokoh agama, aktivis hak asasi manusia, dan berbagai pihak yang peduli terhadap isu kemanusiaan.
Kegiatan dimulai dengan kampanye kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di area Tugu Pal Putih Yogyakarta pada Minggu, 14 Agustus 2016, pukul 6.00 hingga 9.00. Aksi tersebut digelar untuk menyuarakan banyaknya ancaman kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Yogyakarta.
Ancaman kebebasan berekspresi di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir begitu memprihatinkan. Yogyakarta, sebagai kota yang dikenal toleran, tidak luput dari masalah ini. Awal 2014, riset dari Wahid Institute menempatkan Yogyakarta sebagai kota paling tidak toleran nomor dua di Indonesia.
Hasil riset itu menghapus citra Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota toleran, miniatur Indonesia, dan Jogja Berhati Nyaman. Selentingan yang muncul saat ini justru menyebut Jogja Berhenti Nyaman.
Tidak hanya itu, 20 tahun wafatnya Udin menjadi momentum mengingatkan pemerintah dan penegak hukum di Yogyakarta agar tidak melupakan kewajibannya menyelesaikan kasus pembunuhan terhadap wartawan Harian Bernas tersebut. "Reputasi polisi mendukung kebebasan pers buruk karena gagal mengungkap siapa yang mengotaki pembunuhan Udin," tutur Anang.
SHINTA MAHARANI