TEMPO.CO, Mojokerto - Kepolisian Resor Mojokerto menemukan indikasi pidana korupsi dalam proyek pembangunan infrastruktur desa yang dibiayai pemerintah pada 2015. Namun polisi masih merahasiakan desa mana yang dana pembangunannya dikorupsi. “Kami belum bisa jelaskan karena masih tahap penyelidikan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris Budi Santoso, Selasa, 16 Agustus 2016.
Budi juga enggan menjelaskan jenis pekerjaan dan jenis dana apa yang diduga disalahgunakan kepala desa, perangkat desa, maupun pihak lain yang terlibat dalam kegiatan pembangunan desa tersebut.
Kepolisian setempat memang tengah menyelidiki penggunaan anggaran pemerintah pada 2015 sedikitnya di 15 desa di Kabupaten Mojokerto. Dana pembangunan yang mengalir ke desa beragam, seperti dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai Bantuan Keuangan (BK) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten dan provinsi. Jumlah dana yang diterima tiap desa beragam, mulai kurang dari Rp 1 miliar dan ada pula yang lebih.
Dari 15 desa yang telah diselidiki, menurut Budi, rata-rata hanya terjadi kesalahan administrasi, dari perencanaan sampai laporan penggunaan dana. “Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, untuk kesalahan administrasi tidak boleh diproses secara pidana,” ujar Budi.
Temuan indikasi korupsi oleh polisi itu sesuai dengan dugaan korupsi yang dikatakan pemerhati korupsi yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Kabupaten Mojokerto Wiwid Haryono. Ia menuduh, selain dugaan pelanggaran administrasi, dana yang mengalir ke desa di Mojokerto juga sarat korupsi dan kolusi. “Ada dugaan pelanggaran administrasi pelaksanaan kegiatan sampai dugaan kolusi dan korupsi di dalamnya,” tuturnya.
Menurut dia, modus dan pihak yang memainkan proyek di desa selama ini sama setiap tahun. “Ada dugaan pengkondisian proyek sampai mark up harga pengadaan jasa dan barang yang tidak sesuai standar harga,” ucapnya.
Ia berharap polisi tak main-main dengan kasus yang sedang diusut. Ia khawatir ada intervensi pihak tertentu yang bisa menghambat pengusutan kasus korupsi di Mojokerto. Seperti pada 2014, Kejaksaan Negeri Mojokerto mengusut kasus korupsi proyek pembangunan jalan desa pada 2013 bernilai belasan miliar rupiah berdasarkan temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Namun, oleh Kejaksaan, penyelidikan dihentikan dan dialihkan menjadi pelanggaran administrasi. Padahal pihak pengusaha sebagai kontraktor pelaksana proyek mengakui ada fee bagi pejabat pemerintah kabupaten setempat, sehingga pengusaha terpaksa mengurangi volume pekerjaan.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Mojokerto Alfiah Ernawati belum memberi jawaban saat dimintai tanggapan atas temuan dugaan korupsi dana pembangunan desa 2015 oleh polisi.
ISHOMUDDIN