TEMPO.CO, Surabaya -Menjelang HUT ke-71 Indonesia, sekitar dua ratusan perempuan dari berbagai elemen mulai dari perempuan di legislatif, akademisi, hingga aktivis gerakan perempuan membuat petisi. "Momen Ulang Tahun Indonesia ke-71 kami jadikan untuk memerdekakan hak perempuan," kata Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia Emy Susanti seusai Seminar Pergerakan Perempuan di Masa Orde Baru di Aula Soetandyo FISIP Unair Surabaya, Senin, 15 Agustus 2016.
Petisi itu berisi tiga tuntutan perempuan kepada pemerintah Indonesia. Yakni, akhiri kekerasan perempuan dan anak, akhiri perdagangaan perempuan, dan akhiri kesenjangan ekonomi pada perempuan.
Menurut Emy, petisi itu disampaikan agar perempuan bisa setara dalam demokrasi dan pembangunan Indonesia. "Ada satu tambahan poin lagi sebetulnya yaitu memasifkan kesadaran kritis untuk menjamin perempuan dalam kesetaraan."
Petisi itu dibuat karena munculnya isu-isu kesetaraan perempuan dalam dunia demokrasi bernegara dari dunia internasional maupun dari dalam negeri Indonesia. Selain itu, dorongan perempuan lebih berperan dalam pembangunan sebuah negara juga menguat sehingga perlu ada petisi untuk mendorongnya.
"Kami akan ajukan petisi ini ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak."
Petisi akan juga diserahkan kepada badan-badan pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. "Kami akan mendorong pemerintah bahwa selama ini perempuan memiliki peran," kata Emi.
Ketua Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan Ifa Hasana menjelaskan petisi itu merupakan bentuk ultimatum kepada pemerintah untuk lebih peduli kepada perempuan. Agar gerakan-gerakan perempuan di masyarakat bawah bisa kembali muncul.
"Mendorong untuk mengakhiri kekerasan perempuan baik secara struktural maupun secara domestik," katanya.
Karena itu, menurut Ifa, pemerintah harus memfasilitasi perempuan dalam demokrasi dengan menyediakan aturan yang pro-perempuan. Selain itu, pemerintah ketika membuat kebijakan juga mengedepankan kebijakan yang pro-perempuan. "Itu tujuan akhir petisi yang kami buat hari ini."
EDWIN FAJERIAL