TEMPO.CO, Tulungagung - Banjir bandang menggenangi ratusan hektare areal persawahan di Kabupaten Tulungagung. Hujan deras yang mengguyur kawasan Tulungagung sejak Jumat, 12 Agustus 2016, telah memicu kenaikan debit air Sungai Parit Raya dan Parit Agung di Kecamatan Bandung dan Kecamatan Besuki.
Luapan air sungai bergerak cepat menggenangi areal sawah di Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Desa Tanggul Welahan, Tanggul Kundung, Gending, dan Besole di Kecamatan Besuki yang ditanami berbagai jenis komoditas hortikultura. “Banjir ini jauh lebih besar daripada biasanya,” kata Mulyono, anggota kelompok tani di Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Ahad, 14 Agustus 2016.
Areal persawahan tampak seperti danau. Padahal sebagian besar petak sawah tengah ditumbuhi tanaman padi yang masih berusia 1-2 bulan. Petani pesimistis tanamannya bisa dipanen karena banjir membuat tanaman membusuk. Sedangkan mereka tidak memiliki sarana untuk mengeringkan sawah selain menunggu hingga air sungai menyusut.
Para petani memperkirakan nilai kerugian tiap 100 meter persegi luas lahan mencapai Rp 500 ribu. Kerugian ini mencakup biaya pembelian bibit, sewa tenaga pembajak dan tanam, serta perawatan. Rehabilitasi tanaman belum bisa dilakukan karena seluruh areal sawah masih tergenang air.
Sutaji, petani lainnya di desa itu, mengaku khawatir kondisi hujan ini akan terus terjadi hingga beberapa bulan mendatang. Sebab, jika mengacu pada pergantian musim secara normal, seharusnya saat ini sudah tidak turun hujan dan memasuki musim kemarau. Karena itu, banyak petani yang mengantisipasi hal ini dengan tetap memulai penanaman. “Kalau hujan masih terjadi, habis sudah,” katanya.
Mereka berharap, pemerintah daerah setempat bisa membantu memberikan solusi atas perubahan iklim yang mengancam pertanian. Jika tidak, para petani akan kehilangan mata pencarian sekaligus mengancam ketahanan pangan daerah setempat.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Tulungagung Suroto belum bisa memastikan luas areal lahan pertanian yang rusak. Petugas teknis di lapangan masih mendata tiap-tiap desa dan menghitung nilai kerugian petani. “Kami juga berkoordinasi dengan dinas pertanian dan hortikultura.”
Pemerintah tidak memberi ganti rugi untuk petani atas kerusakan tanaman akibat banjir yang terjadi beberapa waktu lalu di Tulungagung. Sebab, kondisi ini lantaran pengaruh alam dan di luar kemampuan pemerintah. Namun dinas terkait mengupayakan bantuan benih untuk penanaman kembali.
HARI TRI WASONO