TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan kejanggalan dalam mekanisme pembayaran di Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta. Perwakilan Divisi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kontras, Rivanlee, mengatakan tidak ada standar baku dalam mekanisme pembayaran, pelayanan, dan pembelian vaksin.
Ia mendapatkan beberapa macam bukti transaksi dari korban. “Ada empat macam bukti pembayaran yang telah ditemukan korban,” ucap Rivanlee di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Sabtu, 13 Agustus 2016. Rivanlee juga menunjukkan beberapa bentuk kopian transaksi pembayaran.
Pertama, ujar Rivanlee, ada bukti pembayaran yang resmi di kasir. Kedua, bukti pembayaran yang dilakukan di ruang pemeriksaan dengan kuitansi tidak resmi. Ketiga, bukti pembayaran di ruang pemeriksaan dengan kuitansi yang diketik dengan kop resmi RS Harapan Bunda menggunakan meterai dan ditandatangani salah satu dokter. Keempat, tutur dia, tidak ada bukti pembayaran yang dipegang korban.
Kontras, ucap dia, mempertanyakan keberadaan mekanisme pembayaran. Menurut dia, ini bisa menjadi bukti kelalaian rumah sakit secara administrasi. Ia juga mengatakan ada kelalaian dalam mengawasi pengadaan dan pembelian vaksin di rumah sakit tersebut. “Ini menjadi pertanyaan besar ketika ada rumah sakit tenar memiliki mekanisme pembayaran yang bermacam-macam,” ujarnya.
Kasus vaksin palsu mengemuka setelah kepolisian menemukan indikasi peredaran vaksin palsu. Kementerian Kesehatan, atas desakan Dewan Perwakilan Rakyat, membuka daftar rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu. Sebanyak 14 rumah sakit ditemukan menggunakan vaksin palsu. Rumah Sakit Harapan Bunda, Kramat Jati, menjadi masuk daftar rumah sakit tersebut.
Pada 14 Juli 2016, pihak RS Harapan Bunda mengakui adanya peredaran vaksin palsu di lingkungan rumah sakit tersebut. Direktur RS Harapan Bunda Finna menuturkan akan bertanggung jawab serta terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Reserse Kriminal Polri untuk mengusut tuntas kasus ini.
Namun, ketika hal itu ditagih orang tua pasien hari ini, tak kunjung ada penyelesaian penanganan medis. Ketua Aliansi Keluarga Korban Vaksin Palsu Rumah Sakit Harapan Bunda Agus Siregar menduga ada upaya dari rumah sakit yang terlibat untuk lari dari tanggung jawab.
Tidak adanya kejelasan penyelesaian masalah ini mempersulit orang tua korban untuk memberi obat dari rumah sakit lain. “Kami jadi susah berobat karena banyak yang takut dampak dari pengobatan di Harapan Bunda,” ujarnya.
ARKHELAUS WISNU