TEMPO.CO, Yogyakarta - Meski pemberian remisi kepada narapidana korupsi menuai banyak kecaman, hingga kini praktek itu tetap dilakukan, termasuk oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebanyak lima narapidana kasus korupsi ikut menjadi bagian dari 640 narapidana yang akan mendapat pengurangan masa hukuman atau remisi pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2016.
"Napi kasus korupsi yang mendapat jatah remisi ini yang hukuman pidananya di bawah 1 tahun," ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta Pramono di kantor Gubernur DIY, Kepatihan, Jumat, 12 Agustus 2016.
Pramono menolak merinci identitas narapidana kasus korupsi yang mendapat remisi itu. Dia hanya memastikan bahwa narapidana kasus korupsi tersebut sudah memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku. "Baik syarat sebagai justice collaborator maupun sudah membayar denda dan uang pengganti," kata Pramono. Dia mengatakan para narapidana kasus korupsi itu akan menerima remisi saat peringatan kemerdekaan pekan depan.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY Etty Nurbaiti merinci sebanyak 640 narapidana itu mendapat remisi yang besarnya berkisar 1-6 bulan masa tahanan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 narapidana langsung bebas. “Termasuk para narapidana korupsi,” tuturnya.
Etty merinci, dari 640 narapidana yang mendapat remisi itu, sekitar 220 orang dapat pengurangan masa hukuman 1 bulan. Sedangkan narapidana penerima pengurangan masa hukuman paling banyak, yaitu 6 bulan, hanya ada 12 orang.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, yang menerima pelaporan soal pemberian remisi ini, menuturkan kasus korupsi memang menjadi polemik ketika dimasukkan dalam jatah penerima remisi. "Karena korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa," ucapnya.
Namun Sultan tak melanjutkan pernyataannya itu. Dia hanya meminta para narapidana yang langsung bebas agar tidak menjadi penjahat kambuhan lagi.
PRIBADI WICAKSONO