Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyoal Imam dalam Mengendalikan Dampak Perubahan Iklim

image-gnews
Menteri  Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris di  Markas  Besar  PBB,  New York,  Amerika  Serikat, 22 April 2016. Foto: Humas Kemenhut
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, 22 April 2016. Foto: Humas Kemenhut
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya akan kembali menemui sejumlah menteri untuk menyempurnakan dokumen Nationally Determined Contributions (NDC). Dokumen ini berisi janji kontribusi nasional penurunan emisi gas rumah kaca.  

"Karena dari pertemuan kali ini belum satu koridor dalam hal baseline, model dan lainnya," ujar Siti ketika menutup acara Komunikasi Publik NDC di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta pada Kamis, 11 Agustus 2016.

Siti Nurbaya meminta tim penyusun dokumen untuk memeriksa kembali kerangka yang ada dengan mengkaitkan pada pertumbuhan ekonomi, Rencana Aksi Nasional Gas-gas Rumah Kaca, kemiskinan, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tata ruang dan lainnya.

Dia memberi waktu satu bulan kepada Dirjen Pengendali Perubahan Iklim dan Dewan Pengarah untuk mengkaji kembali draft NDC yang dipaparkan dalam Komunikasi Publik.  

Dokumen itu nantinya diserahkan ke Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) bersamaan dengan hasil ratifikasi Kesepakatan Paris di DPR.

Dalam Komunikasi Publik, Dirjen Pengendali Perubahan Iklim Nur Masripatin  memaparkan proses penyusunan NDC yang melibatkan kementrian/lembaga dan pakar sejak Februari hingga Juli 2016.

Ada lima sektor yang menjadi fokus aksi mitigasi (penurunan emisi gas rumah kaca) dalam NDC. Yakni energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian dan kehutanan.

Masing-masing sektor itu harus berkontribusi untuk mencapai target penurunan emisi Indonesia yakni sebesar 29 persen (unconditional) dan sampai dengan 41 persen (conditional) dari business as usual (BAU) tahun 2030.

Menurut Nur Masripatin, setiap sektor menggunakan model yang berbeda untuk mengakomodir karakteristik masing-masing. "Pertimbangan pemilihan model adalah simplicity, traceability, data consistency, historical mitigation achievement dan sudah umum dipakai di sektor yang bersangkutan," katanya.

Untuk sektor lahan digunakan model Dashboard AFOLU. Sektor energi melalui running Model ExSS (Extended Snap Shot) mempergunakan GAMS (General Algebraic Modeling System) dan CGE (Dynamic CGE).

Lalu sektor IPPU menggunakan Road Map Aksi Mitigasi Industri Semen dan Kementerian Perindustrian. Sementara sektor limbah mempergunakan model First Order Decay/FOD (IPCC-2006) dan basis regulasi yang berlaku.

Dari hasil pemodelan ditemukan kontribusi tiap sektor untuk aksi mitigasi dalam NDC. Pada penurunan emisi 2030 untuk sektor energi yaitu 473 juta ton CO2 ekuivalen (unconditional) dan 559 juta ton CO2 ekuivalen (conditional).

Untuk sektor limbah adalah 18 juta ton CO2e (unconditional) dan 33 juta ton CO2e, lalu sektor IPPU adalah 2,6 juta ton CO2e dan 3,6 juta ton CO2e, sektor pertanian adalah 5 juta ton CO2e dan 6 juta ton CO2e, sedangkan sektor kehutanan adalah 370 juta ton CO2e dan 494 juta ton CO2e.

Sementara persentase terhadap BAU total, untuk sektor energi adalah 15,87 % (unconditional) dan 18,76 % (conditional. Lalu sektor limbah adalah 0,60 % dan 1,11%; sektor IPPU adalah 0,09 % dan 0,12 %; sektor pertanian adalah 0,17 % dan 0,20 %, sedangkan sektor kehutanan adalah 12,42 %dan 16,58 %.

Paparan draft NDC oleh Nur Masripatin mendapat tanggapan dari pejabat kementrian yang diundang. "Saya senang mendengarnya, sekaligus gemetar," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementrian Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurutnya, NDC seharusnya tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai good boy di dunia internasional. Tetapi juga, ujarnya, harus melihat kepentingan nasional, seperti kesiapan teknologi dan sumber daya manusia.

Sampai saat ini, Indonesia masih tergantung dengan teknologi dari luar. "Jangan sampai kita jadi pasar atau objek negara maju," katanya.

Rida merasa ada lompatan target di sektor energi sejak INDC hingga NDC. Dia heran karena Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga meminta target penurunan emisi di sektor energi untuk menyusun revisi Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Gas-gas Rumah Kaca (RAN GRK). "Saya bingung, jadi siapa yang jadi imamnya," katanya.

Kepala Subdit Iklim dan Cuaca Bappenas, Syamsidar Thamrin menjelaskan ketika menyusun RAN GRK, Bappenas menggunakan model sistem dinamik yang terintegrasi. Berbeda dengan NDC yang disusun KLHK yang menggunakan model berbeda-beda untuk tiap sektor.

"Saya lihat dokumen ini kurang dari sisi pemodelan," katanya. Dia juga menjelaskan bahwa Bappenas bersama Kementrian ESDM selama berbulan-bulan membahas soal target penurunan emisi untuk sektor energi.  Selain itu, Bappenas juga melihat angka kemiskinan dan ketenagakerjaan.

Pejabat dari Kementrian Pertanian menilai ada inkonsistensi data dalam draft NDC. Soal data ini juga dipermasalahkan oleh pejabat dari Kementrian Perhubungan. Mereka mengusulkan KLHK berbicara satu persatu dengan Kementrian  lainnya.

"Konsistensi dan transparansi data memang sangat penting dalam menyusun NDC," kata Direktur WRI Indonesia Nirartha Samadi yang hadir dalam acara Konsultasi Publik NDC.

Menurutnya, tidak masalah jika KLHK menjadi imam atau komandan untuk menyusun NDC. Namun harus diingat, ujarnya, tiap sektor punya otoritasnya.

Penasehat Senior Menteri  KLHK Imam Prasojo mengajukan sejumlah pertanyaan. Yakni, siapa yang menjadi komandan untuk mensinkronkan NDC dengan RAN GRK ? Siapa yang bertugas mengarusutamakan perubahan iklim di kementrian dan lembaga ? Siapa yang memonitor dan melakukan koordinasi? .

"Di pemerintahanan Susilo Bambang Yudhoyono, ada UKP4 yang punya wibawa. Sekarang siapa?," katanya. Menurutnya, ego sektoral di birokrasi kita masih jadi masalah.  Dia mengusulkan ada tim khusus dan Bappenas harus diberi peran besar untuk hal itu.

Siti Nurbaya menjelaskan bahwa pada pemerintahan lalu ada lembaga bernama Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Oleh Presiden Joko Widodo, DNPI dan Badan Pengelola REDD+ dibubarkan.

Presiden Jokowi kemudian memberi mandat menangani perubahan iklim kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Siti Nurbaya menjelaskan bahwa birokrat adalah pegawai Republik Indonesia sehingga harusnya bisa bertemu dan berkoordinasi.

Dia optimistis bisa mengatasi masalah ini. "Saya bukan pejabat yang cengeng, yang sebentar-sebentar lapor ke Presiden," katanya. Dia tidak yakin soal NDC akan selesai pada November 2016 jika ditangani oleh menteri koordinator. Oleh karena itu, Siti Nurbaya akan bertemu dengan beberapa menteri yang menangani sektor yang terkait dengan perubahan iklim.

UNTUNG WIDYANTO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

2 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

7 hari lalu

Sejumlah masyarakat dan nelayan yang tergabung dalam komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa bersama aktivis lingkungan Greenpeace Indonesia dan lintas komunitas pecinta alam menggunakan kayak sambil membentangkan spanduk saat aksi SaveKarimunjawa di tepi pantai yang tercemar limbah tambak udang di Desa Kemujan, kepulauan wisata bahari Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Selasa, 19 September 2023. Dalam aksi tersebut mereka menuntut penutupan tambak udang vaname intensif sebanyak 39 titik tak berizin karena merusak ekosistem lingkungan hidup, mengganggu sektor ekonomi masyarakat nelayan, petani rumput laut serta pariwisata akibat pencemaran sisa limbah dan deforestasi hutan mangrove yang juga dinilai akan memperparah krisis iklim. ANTARA FOTO/Aji Styawan
Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

KLHK menetapkan empat orang tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa pada Rabu, 20 Maret 2024.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

8 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

8 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.


Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

9 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis 15 Februari 2024. Pembangunan PLTS tersebut untuk fase pertama sebesar 10 megawatt (MW) dari total kapasitas 50 MW yang akan menyuplai energi terbarukan untuk IKN dan akan beroperasi pada 29 Pebruari 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.


BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

14 hari lalu

Sejumlah warga Muara Angke membawa jerigen saat melakukan aksi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Februari 2022. Para warga yang datang dari blok Limbah, blok Eceng dan blok Empang RW 022 Muara Angke ini menggelar aksi terkait krisis air bersih yang melanda di pemukiman mereka. Selain meminta layanan air bersih, mereka juga meminta agar PAM Jaya melakukan pelayanan suplai air minum menggunakan kios air sementara untuk warga sebanyak 293.208 liter per hari, dan pemberlakuan tarif air sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 57 tahun 2021 yaitu seharga Rp. 1.575,-/ meter kubik. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

BRIN mendorong penguatan riset dan inovasi terkait solusi krisis air. Berbagai teknologi pengelolaan air dikembangkan.


Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

27 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggundulan hutan (deforestasi) serta pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada krisis iklim.


Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

27 hari lalu

Pengrajin membuat kerajinan daur ulang sampah di Bank Sampah Persatuan, Pondok Kelpa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat, 26 Januari 2024. Bank Sampah yang di dirikan pada 2019 ini memperkerjakan sejumlah ibu-ibu rumah tangga untuk membuat kerajinan dari olahan sampah plastik yang dijadikan menjadi tas, lampu hias hingga berbagai ornamen dan memiliki nilai jual mulai dari 30 ribu hingga 130 ribu per produknya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

Ashoka dan Kok Bisa menyaring para pemilik inisiatif baru untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.


Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

28 hari lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

Peneliti di BRIN ini paparkan tiga fenomena cuaca ekstrem yang dulu tak dibayangkan bakal bisa terjadi di Indonesia


WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

29 hari lalu

Aktivis lingkungan WALHI Jakarta saat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, Rabu 3 Agustus 2022. Dalam aksinya, aktivis mengkritisi Japan Energy Summit 2022  yang sedang berlangsung di Tokyo. Dalam pertemuan tersebut transisi energi masih memberi ruang terhadap solusi palsu untuk mengatasi perubahan iklim. TEMPO/Subekti.
WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

WALHI menyambut baik fatwa MUI nomor 86 tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Ada juga catatan atas fatwa itu.