TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengatakan jumlah titik panas atau hotspot akibat kebakaran hutan di seluruh Indonesia telah turun 62 persen dibandingkan periode 1 Januari-9 Agustus 2015. Bila dihitung menurut metode satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), penurunan titik panas mencapai 74 persen.
Di delapan provinsi, termasuk Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, jumlah titik panas malah turun 79 persen. "Khusus Riau turun 82 persen dan Kalimantan Tengah turun 96 persen," kata Siti seusai rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2016.
Menurut Siti, penurunan titik panas ini dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya, adanya instruksi dari Presiden Joko Widodo agar petugas harus segera mematikan api ketika terjadi kebakaran. "Patroli terpadu jalan. Setiap ada data hotspot lewat satelit, satgas langsung turun dan bekerja."
Baca Juga: Restorasi Gambut, Jepang Hibahkan US$ 3 Juta, untuk Apa?
Selain itu, Siti menilai, kebijakan Jokowi untuk mengambil alih areal perusahaan apabila terbakar juga cukup efektif untuk mengurangi hotspot. "Sekarang tidak kedengaran ada kebakaran kecuali pada Maret-April. Ada lagi faktor cuaca karena sekarang tidak sepanas tahun lalu."
Langkah penanggulangan kebakaran ditempuh untuk mengurangi titik panas. Sejak 27 Februari, waterboombing sebanyak 39,4 juta liter air dilakukan di Riau. Untuk Sumatera Selatan, waterboombing dilakukan sebanyak 1,7 juta liter air juga dilakukan sejak 12 Mei. Modifikasi cuaca, yakni hujan buatan, juga dilakukan sejak 15 Juli," katanya.
Simak: Menteri Siti: Perusahaan Besar Sawit Lakukan Land Banking
Ke depannya, menurut Siti, pemerintah akan meningkatkan upaya-upaya pencegahan agar titik panas terus berkurang, seperti melalui sistem pemantauan dan pemantauan penggunaan lahan. Namun, perusahaan yang tidak membakar lahan belum akan diberi insentif.
ANGELINA ANJAR SAWITRI