INFO TRAVEL - Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menggelar Gotrasawala untuk kali ke empat, sejak digelar pertama kali tahun 2013. “Gotrasawala merupakan sebuah festival dan seminar seni budaya pesisir Jawa Barat dalam perspektif ‘past, present, and future’, atau sejarah, masa kini, dan masa depan,” kata Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar saat 'press conference,’ di Ruang Rapat Papandayan Gedung Sate Bandung, pada Selasa, 9 Agustus 2016.
Sesuai dengan konsep ‘past, present, and future,’ acara ini akan menggambarkan sejarah di abad ke 17, Pangeran Wangsakerta di Cirebon sudah memiliki pemikiran visioner. Pemikirannya terwujud dengan terjadinya peristiwa ‘Gotrasawala’, yaitu sebuah pertemuan para tokoh internasional seperti, para sejarawan, budayawan dan agamawan yang selama 22 tahun membahas secara serius konstruksi sejarah raja- raja di Nusantara dan bahkan, sejarah terciptanya alam semesta.
Baca Juga:
Sementara itu, di masa kini, atau ‘present’, Gotrasawala diselenggarakan sebagai usaha meneruskan apa yang telah dipelopori oleh Wangsakerta. Usaha ini menjadi penting ketika gempuran budaya luar masuk ke dalam negeri, sementara budaya lokal, aseli negeri ini, juga patut bersaing di kancah pergaulan budaya internasional.
Sedangkan, pada masa depan, atau ‘future,’ Gotrasawala akan menjadi wadah berbagai eksplorasi, kreativitas seni-budaya di wilayah Jawa Barat, dan mengangkatnya ke panggung internasional.
"Jadi bukannya mengambil seni dari luar ke dalam, tapi bagaimana apa yang kita miliki bisa ‘nge-blend’ (berbaur) ke dunia internasional. Inilah yang kita harapkan. Jadi kita sendiri tidak tertinggal dari segi seni, yang ada di Jawa Barat ini untuk Go- Internasional,” kata Deddy.
Baca Juga:
Sejak 2013, Gotrasawala berhasil menghubungkan antara seniman-budayawan lokal dan internasional. Seperti Larry Reed di bidang Teater, Peter Chin di bidang tari, dan Ana Alcaide di bidang musik. Mereka berkolaborasi dengan seniman Jawa Barat, dan menghasilkan karya yang sangat unik yakni pembauran seni bercitarasa Jawa Barat, Amerika, Kanada, dan Eropa.
Sedangkan di bidang musik, terjadi kerjasama dengan para seniman STSI, seperti Ana Alcaide yang telah menelurkan sebuah album yang sukses menduduki tangga lagu dunia, atau ‘World Music’ di Eropa. Pada akhir 2015, sebuah album bertajuk ‘The Tales of Pangae’ dinobatkan sebagai album terbaik ke-27 di antara ribuan album ‘World Music’ yang beredar di seluruh dunia. Alhasil grup bernama Gotrasawala Ensemble & Ana Alcaide kerap diundang tampil di panggung dunia. Seperti Sharq Taronalari di Samarkand, Uzbekistan, hingga panggung International Sori Festival di Jeonju, Korea.
Tahun ini, Gotrasawala akan mencoba memadukan para pemusik Cirebon dengan maestro Kora (alat musik tradisional Afrika), dari Senegal, Vieux Cissokho, juga seorang penyanyi kelas dunia Maryama Kouyate.
Direktur Gotrasawala Franky Raden menuturkan, pada kegiatan seminar Gotrasawala, akan mengangkat topik Kerajaan Tarumanagara. Seminar itu akan dikupas dari sudut pendang seorang Novelis Okki Judanagara, Arkeolog Prof. Hasan Djafar, dan Sejarawan Dr. Yosef Djakababa.
“Khusus untuk seminar yang bertopik Kerajaan Tarumanagara ini, kami akan menghadirkan 50 wakil raja- raja dari seluruh Nusantara untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam seminar,” kata Franky.
Sedangkan topik terkait berbagai masalah seni pesisir kontemporer di wilayah Jawa Barat, Dr. Jakob Soemardja, Embie C. Noer, dan Nurdin M. Nur akan hadir sebagai pembicara. Untuk tema prospek kesenian Cirebon di dunia internasional akan diulas oleh Dr. Eric North, dari USA. (*)