TEMPO.CO, Semarang - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyayangkan pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno saat berkunjung ke lokasi pabrik PT Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.
Dalam kunjungan itu, Selasa, 9 Agustus 2016, Menteri Rini menyatakan prihatin terhadap laporan masyarakat kepada Presiden RI karena Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang, ini merupakan desa yang menyenangkan. Penduduknya ramah, hidup tenang, dan memiliki tempat tinggal bagus.
Aktivis LBH Semarang, Rizky Putra Edry, menyatakan, dalam kunjungan itu, Rini berdiskusi dengan penduduk, menawarkan win-win solution. Dia menyatakan kehadiran pabrik semen akan menyejahterakan masyarakat. Dia juga berjanji mencari solusi jika memang kehadiran pabrik semen merusak lingkungan. Apabila penduduk kekurangan air, akan dibuatkan sumur. Dan apabila lahan warga terganggu, akan dicarikan lahan.
“Kami memprotes tawaran itu. Dia tidak menggunakan paradigma pencegahan kerusakan lingkungan. Namun membiarkan terlebih dahulu kerusakan lingkungan untuk kemudian dipulihkan kembali,” kata Rizky, Rabu, 10 Agustus 2016.
Karena itu, LBH Semarang mendesak agar Menteri BUMN tidak menutup-nutupi fakta perampasan hak masyarakat, baik hak atas tanah yang menjadi lahan pertanian maupun hak atas lingkungan. Selain itu, pemerintah tidak bersikap pragmatis. “Kita semua juga harus menghargai keputusan Presiden Joko Widodo yang akan menghentikan pabrik semen,” ujar Ivan Wagner, aktivis LBH Semarang.
Polemik itu mencuat karena ada masyarakat yang menolak keberadaan pabrik semen karena akan merusak lingkungan. Di sisi lain, ada masyarakat yang mendukung dengan alasan pabrik akan membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian. Beberapa waktu lalu, penduduk penolak pabrik semen bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Lalu disepakati penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari Menteri Rini ihwal protes LBH Semarang tersebut.
ROFIUDDIN