TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan lembaganya akan meluncurkan surat perintah dimulainya penyidikan elektronik (e-SPDP). “Segera launching di Sumatera Barat bulan depan,” kata dia di Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2016.
Menurut Agus, e-SPDP itu merupakan hasil kerja sama dengan Polri, Kejaksaan, dan Deputi Penindakan KPK. Dia mengatakan e-SPDP menjadi perangkat penting untuk mengawasi alur dari setiap kasus tindak pidana korupsi, sehingga KPK mampu memastikan tahapan pidana korupsi berjalan sesuai dengan prosedur.
Agus mengatakan tidak hanya penyidikan saja yang akan diawasi. Namun dalam sistem tersebut dimungkinkan masyarakat melaporkan tindakan korupsi skala kecil. Misalnya suap yang terjadi di instansi pemerintahan. “Urus KTP, STNK, naik mobil bisa ditilang di tengah jalan (tanpa prosedur semestinya),” kata dia.
KPK kini juga akan meniru sistem pencegahan dan pemberantasan korupsi di Singapura. Menurut Agus, Singapura telah memiliki lembaga antikorupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) yang dibentuk pada 1967.
Di Singapura, kata Agus, nilai 10 dolar pun bisa menjadi perkara korupsi atau dalam kasus suap skala kecil. Berbanding terbalik dengan CPIB, kewenangan KPK saat ini masih terbatas. Untuk menyasar potensi sektor perbankan, KPK belum memiliki kewenangan seperti Singapura. Di Negeri Singa itu sogokan di sektor perbankan bisa menjadi perkara korupsi.
Padahal, menurut Agus, kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK hingga Juni 2016 masih didominasi penyuapan, yaitu sebanyak 262 kasus. Sedangkan korupsi pengadaan barang dan jasa menempati urutan kedua, yakni 148 kasus.
DANANG FIRMANTO