TEMPO.CO, Denpasar - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap polisi masih rendah dan bisa makin menurun. Pernyataan itu disampaikan Tito saat memberikan arahan di depan anggota Kepolisian Daerah Bali, Rabu, 10 Agustus 2016. “Ini ironi karena ketika kita dipisahkan dari ABRI pada 2000, kepercayaan dan harapan publik sangat tinggi,” ujarnya.
Tito mencontohkan pengakuan Freddy Budiman yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Ashar, termasuk yang menggerus kepercayaan masyarakat terhadap polisi. “Informasi yang diungkap masih sumir karena tidak menyebut pelaku serta kapan kejadiannya. Namun siapa yang lebih dipercaya (masyarakat)? Tentu pihak di sana (Haris Azhar),” ucapnya.
Situasi itu, kata Tito, terjadi karena reformasi kultural di lembaga Kepolisian belum berjalan seiring dengan reformasi struktural. Rendahnya tingkat pelayanan publik serta budaya korupsi masih identik dengan kinerja kepolisian. Di sisi lain, kekuatan masyarakat di era demokrasi makin meningkat sehingga kinerja terus menjadi sorotan. Apalagi dengan perkembangan media yang makin bebas serta maraknya media sosial.
Tito menegaskan perlunya anggota Polri meningkatkan kepercayaan publik. “Di era ini, eksistensi tidak bisa bersandar kepada tokoh atau kekuatan tertentu, tapi hanya kepada kepercayaan publik,” ucapnya.
Saat ini, kata dia, sudah ada pemikiran menempatkan Polri di bawah kementerian, bahkan pimpinan daerah. Karena itu, dia meminta anggota kepolisian menekan perilaku hedonis yang menjadi sumber korupsi.
Karena alasan itulah, kata Tito, dia mewajibkan pejabat kepolisian menyerahkan laporan kekayaan harta pejabat negara (LKHPN) . “Ini fungsinya untuk mengerem dan memberi peringatan, bukan pengusutan,” ujar Tito.
ROFIQI HASAN