TEMPO.CO, Temanggung - Memey Rochtriyati hanyalah lulusan sekolah dasar. Perempuan kelahiran 17 Juli 1984 di Temanggung, Jawa Tengah, ini pun korban perdagangan manusia. Dia pernah dipaksa menjadi pekerja seks di Kuching, Malaysia. Lebih celaka lagi, sepulang dari Malaysia, dokter memvonisnya terkena virus Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).
Toh dia tak menyerah. Memey kini memimpin Smile Grup, komunitas yang memberikan pendampingan dan berbagi informasi tentang virus mematikan itu. "Tidak mudah hidup dengan stigma bagi orang-orang yang positif HIV AIDS. Mereka perlu didampingi," kata Memey di Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu, 6 Agustus 2016.
Memey dan dua staf Smile Grup kini mendampingi 70 orang penyandang HIV-AIDS. Mereka membantu memberikan akses informasi tentang virus mematikan itu dan membantu akses ke rumah sakit. Anggota komunitas itu juga kerap mengikuti pertemuan membahas HIV- AIDS. Pertemuan itu berlangsung di sekretariat Smile Grup yang bangunannya dia pinjam dari Pemerintah Kabupaten Temanggung.
Untuk ongkos operasional kantor, Memey menggunakan sebagian honor dari hasil kerjanya di sebagai staf program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba pada Yayasan Mitra Alam Pengurangan Dampak buruk penggunaan narkoba.
Sebagai korban perdagangan manusia, Memey tampil dalam forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria pada 17 Oktober 2012. Dia memberikan testimoni dalam Konferensi Negara Pihak Konvensi PBB Anti-Kejahatan Terorganisasi Lintas Negara di markas PBB. “Saya ingin korban trafficking berani bersuara dan mengajak semua serius memeranginya,” kata Memey.
Dia terpilih untuk berbicara di forum PBB karena ia korban perdagangan manusia yang berdaya. Kedutaan Besar Indonesia untuk Austria waktu itu menghadirkan Memey sebagai delegasi Indonesia untuk memberi gambaran tentang korban perdagangan manusia.
Data IOM menunjukkan pada periode Maret 2005 hingga Desember 2014, terdapat 6.651 korban perdagangan manusia. Dari jumlah itu, 82 persen merupakan perempuan yang bekerja di dalam dan di luar negeri sebagai tenaga kerja informal. Sedang 18 persen adalah laki-laki yang bekerja sebagai anak buah kapal dan buruh. Mereka bekerja di Kalimantan Barat, Sumatra, Papua, dan Malaysia.
Ada tiga provinsi teratas sebagai daerah tempat terjadinya tindak pidana perdagangan manusia. Pertama Jawa Barat, dengan jumlah korban sebanyak 2.151 orang atau 32,25 persen. Urutan kedua adalah Jawa Tengah dengan jumlah korban sebanyak 909 atau 13, 67 persen. Sedangkan, urutan pertama. Selanjutnya, Kalimantan Barat dengan jumlah korban 732 orang atau 11 persen.
Memey terperangkap dalam perdagangan manusia sebagaimana korban lain hidup dalam kemiskinan dan harus menanggung hidup keluarganya. Ayah dan bundanya adalah buruh tani. Memey pernah ditinggal lari oleh bekas suaminya yang pertama dalam kondisi hamil. Kini, dia hidup bersama suaminya yang juga terkena HIV AIDS yang bisa menerima anak Memey dan segala masa lalunya. "Anak saya memberi kekuatan untuk bertahan hidup," kata Memey.
SHINTA MAHARANI