TEMPO.CO, Padang – Kepolisian Daerah Sumatera Barat sedang menunggu petunjuk Mabes Polri untuk membayar ganti rugi sekitar Rp 300 juta atas gugatan perdata Iwan Mulyadi, korban salah tembak seorang petugas polisi di Kepolisian Sektor Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, sepuluh tahun lalu. Gugatan perdata itu menang di Mahkamah Agung setelah upaya peninjauan kembali yang diajukan polisi ditolak.
Kapolda Sumatara Barat Brigadir Jenderal Basarudin menjelaskan, polisi belum menerima salinan putusan MA itu, yang keluar pada sidang Oktober 2015.
“Meski belum menerima salinan putusan hingga kini, pada Februari lalu kami sudah meminta petunjuk kepada Divisi Hukum Mabes Polri mengenai tindak lanjut putusan PK, karena uang Rp 300 juta tidak ada anggaran di Polda Sumatera Barat, Divisi Hukum menjawab menunggu koordinasi dengan Asisten Perencanaan Kapolri,” kata Basarudin, Minggu, 7 Agustus 2016.
Basarudin mengatakan Polri akan patuh kepada hukum. “Polda Sumatera Barat sudah berkomitmen akan melaksanakan putusan pengadilan, apalagi yang telah berkekuatan hukum tetap seperti ini. Mungkin ini juga kasus pertama di Indonesia makanya belum ada yang dijadikan pedoman,” kata Basarudin.
Kasus penembakan terhadap Iwan Muliadi terjadi pada 20 Januari 2006. Saat itu Iwan, 16 tahun, sedang menunggui pondok ladang nilam bersama temannya. Tiba-tiba datang Briptu Novrizal dari Polsek Kinali, Pasaman Barat, dengan membawa pistol. Iwan dituduh melempar rumah tetangganya.
Ketika Briptu Nofrizal memegang teman Iwan yang turun dari pondok duluan, dia melepaskan tembakan peringatan ke udara agar Iwan menyusul turun sambil mengancam jika tidak keluar akan ditembak.
Ketika Iwan keluar menuruni tangga membelakangi polisi itu, tiba-tiba Briptu Nofrizal menembak hingga mengenai rusuk sebelah kiri Iwan dan tembus ke bawah ketiak kanan. Pemuda itu jatuh ke tanah dan tersungkur. Karena kaget, polisi itu melarikan Iwan ke rumah sakit.
Akibat tembakan revolver Colt 38 merek Taurus itu, Iwan mengalami kelumpuhan total dari pinggang hingga kedua kaki karena peluru mengenai syaraf tulang belakang. Sejak itu, Iwan hingga kini tidak bisa meninggalkan kursi roda dan mesti diangkat ke tempat tidur.
Nazar, ayah Iwan, didampingi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Sumatera Barat dan menggugat Polri secara perdata untuk kerugian immaterial sebesar Rp 300 juta. Gugatan diajukan karena petugas polisi tersebut tidak memiliki surat tugas. Gugatan itu menang dari Pengadilan Negeri hingga kasasi Mahkamah Agung.
Terakhir Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan kepolisian melalui sidang pada Oktober 2015.
Ketua PBHI Sumatera Barat, Wengki Purwanto, mendesak Polri berinisiatif melaksanakan amar putusan, tanpa harus diminta atau di desak publik. Dia beralasan polisi tidak memiliki alasan untuk tidak melaksanakan amar putusan.
“Bertahun-tahun Iwan Mulyadi menunggu keadilan nyata yang hingga kini belum terwujud. Uang Rp 300 juta sesungguhnya tidak sebanding dengan deritanya yang lumpuh total. Iwan cuma butuh negara taat hukum, bertanggung jawab atas penembakan terhadap dirinya,” katanya.
FEBRIANTI