TEMPO.CO, Probolinggo - Penasihat hukum Wakil Wali Kota Probolinggo menduga penahanan kliennya tanpa seizin Kementerian Dalam Negeri. "Kejaksaan Agung wajib mengajukan permohonan ataupun mendapatkan izin Kemendagri," kata Djando mengenai penahanan Wakil Wali Kota Probolinggo Suhadak, Jumat sore ini, 5 Agustus 2016.
Menurut dia, penyidik Kejaksaan Agung tidak menunjukkan surat izin itu saat menahan kliennya. “Saya yakin tidak ada." Padahal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkannya.
Baca Juga:
Djando telah mengajukan penangguhan penahanan. "Tapi kenyataannya tetap saja ditahan, ini yang sangat disayangkan." Ia sedang mempertimbangkan langkah hukum praperadilan.
Seperti diberitakan, tim penyidik Kejaksaan Agung menahan Wakil Wali Kota Probolinggo Suhadak, tersangka korupsi, sejak Kamis, 4 Agustus 2016. Penahanan dilakukan menyusul penyerahan tahap dua dari penyidik Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Tersangka ditahan di Rumah Tahanan Medaeng, Sidoarjo.
Suhadak adalah rekanan yang mengerjakan proyek Dana Alokasi Khusus Pendidikan 2009. Ia dijadikan tersangka sejak awal Juli 2014. DAK Pendidikan yang anggarannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Kota Probolinggo itu nilainya sekitar Rp 15 miliar yang digunakan untuk bantuan fisik sekolah. Dana itu diduga diselewengkan sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 1,68 miliar. Kejaksaan menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu.
Lima tersangka sudah divonis. Kamis, 4 Agustus 2016, Kejaksaan memanggil tiga orang, yakni Suhadak; bekas Wali Kota Probolinggo, Buchori; dan Sugeng Wijaya. Buchori mangkir dari panggilan.
Suhadak dilantik sebagai wakil wali kota mendampingi Wali Kota Rukmini pada awal 2014. Rukmini adalah istri bekas Wali Kota Probolinggo, Buchori, yang juga ikut terjerat dalam kasus ini.
DAVID PRIYASIDHARTA