TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan hingga saat ini belum diputuskan kapan eksekusi mati gelombang keempat atau eksekusi sepuluh terhukum mati tersisa akan dilakukan. Alasannya, belum ada kepastian hukum dari sepuluh terhukum yang seharusnya dieksekusi pada 29 Juli lalu bersama empat terpidana lainnya. "Selama itu sudah berkekuatan hukum tetap, pasti akan kami eksekusi," kata Prasetyo saat dicegat awak media di kompleks Kejaksaan Agung, Jumat, 5 Agustus 2016.
Prasetyo mengatakan salah satu kepastian hukum yang belum ia terima adalah grasi. Ia belum tahu siapa saja yang mengajukan grasi dan apakah grasi itu sudah sampai ke tangan Presiden Joko Widodo.
Baca:
Fadli Zon Minta Pemerintah Transparan Soal Eksekusi Mati
Pelaksanaan Eksekusi Mati Harus Cermat
Eksekusi Mati, YLBHI Ancam Gugat Presiden
Sebagaimana diketahui, sejumlah terhukum mati yang batal dieksekusi pada 29 Juli mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo agar mendapat pengampunan. Berdasarkan catatan Tempo, setidaknya ada empat orang yang mengajukan grasi, yaitu Merry Utami, Agus Hadi, Pudjo Lestari, dan Zulfikar Ali.
Merry Utami adalah terhukum mati perkara penyelundupan 1,1 kilogram heroin pada 2003. Hal sama untuk Agus dan Pudjo dalam kasus penyelundupan 25.499 butir ekstasi. Sedangkan Zulfikar dihukum karena kepemilikan 300 gram heroin pada 2004.
Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, juga mengaku belum tahu terhukum mati yang mengajukan grasi. Ia juga mengaku tak tahu sudah sampai di mana surat pengajuan grasi itu. "Saya juga masih mencari infonya," ujarnya.
ISTMAN M.P.