TEMPO.CO, Bangkalan - Delapan warga Belanda memperdalam ilmu bela diri pencak silat di perguruan Joko Tole, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Sudah hampir sepekan mereka berlatih dan memperdalam ilmu pencak silat di perguruan silat tertua di Bangkalan tersebut.
"Mereka ini sebenarnya murid Joko Tole di cabang yang ada di Belanda. Mereka ke sini untuk pengukuhan kenaikan sabuk," kata Bagus Suhaimi, seorang pengurus Padepokan Joko Tole, Rabu, 3 Agustus 2016.
Florian, 23 tahun, pesilat asal Belanda menuturkan sudah 13 tahun belajar pencak silat di perguruan Joko Tole yang ada di Belanda. Dia mengaku yang membuatnya senang dengan pencak silat Bangkalan karena gerakannya luwes, berbeda dengan jenis bela diri di negara lain. "Gerakannya sulit, tidak mudah belajar pencak silat," ujarnya.
Masuknya pencak silat Bangkalan ke Belanda tidak lepas dari peran seorang Belanda bernama Glen. Sekitar 1960-an, Glen datang ke Bangkalan kemudian tertarik dengan pencak silat yang diperagakan oleh pendiri Padepokan Joko Tole, Suhaimi bin Salam. Glen pun belajar kepada Suhaimi.
Setelah lulus, Glen membawa temannya, Paul, ke Bangkalan untuk belajar pencak silat. Glen dan Paul inilah yang berjasa mengembangkan dan membuka cabang perguruan Joko Tole di Belanda. Glen telah tiada, kini tinggal Paul yang mengurusi perguruan. Paul-lah yang membawa delapan muridnya untuk pengukuhan kenaikan sabuk tersebut. "Dulu saya ke sini tahun 1980-an, belum ada listrik," dia mengenang.
Kini, setelah 30 tahun, perguruan Joko Tole di Belanda berkembang pesat. Tercatat, hingga kini jumlah muridnya mencapai 150 orang. Prestasi muridnya terbilang wah, memenangi beberapa kejuaraan pencak silat di Eropa. Bahkan salah satu murid termasuk tiga pesilat terbaik di Eropa. "Saya cinta pencak silat," tutur Paul.
Padepokan Joto Tole berdiri pada 1976 di Dusun Temor Leke, Desa Kamal, Kecamatan Kamal. Pendiri padepokan ini, Suhaimi, belajar silat di perguruan silat Sumber Jaya yang berdiri pada 1950.
Pada 1965, pemerintah melarang aktivitas perguruan silat karena dianggap berbahaya. Meski ditutup, Suhaimi tekun berlatih seorang diri. Dia lantas mengikuti berbagai kejuaraan, dari tingkat nasional sampai internasional. Selama hampir 20 tahun di dunia persilatan, Suhaimi selalu menjadi juara pertama, dan terakhir menjadi juara dalam kejuaraan silat di Wina, Austria.
Suhaimi sendiri memiliki empat anak, tiga putra dan satu putri. Mereka tetap berkecimpung di dunia silat. Ada yang jadi pelatih silat pelatnas, ada juga yang meneruskan pengembangan Padepokan Joko Tole di Bangkalan.
MUSTHOFA BISRI