TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya berjanji akan mendalami pernyataan terpidana mati Michael Titus Igweh, 36 tahun, yang mengaku dipaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) setelah disiksa polisi. Titus merupakan terpidana mati untuk kasus narkotik yang telah dieksekusi Kejaksaan Agung di Nusakambangan pada Jumat, 29 Juli 2016.
"Apa pun itu yang diceritakan almarhum, jadi masukan bagi kami. Akan kami dalami. Terkait dengan proses-proses itu perlu pendalaman," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono saat ditemui di Cakung, Jakarta Timur, Senin, 1 Agustus 2016.
Pernyataan Titus muncul dalam pleidoi peninjauan kembali (PK) yang dibacakan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang, yang diketuai hakim Sun Basana Hutagalung, 31 Mei 2016. Titus mengaku tak bersalah dalam kasus kepemilikan narkoba jenis heroin seberat 5,8 kilogram pada 2002.
Titus terpaksa menandatangani BAP tanpa didampingi pengacara. Dia juga mengaku sempat disetrum di bagian kemaluan saat menjalani pemeriksaan. Titus datang ke Indonesia hanya untuk berbisnis.
Baca: Hakim Artidjo cs Tolak PK Terhukum Mati Titus Igweh
Titus ditangkap saat usianya 23 tahun. Dia divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Tangerang pada Oktober 2003. Sejak divonis hingga eksekusi, Titus telah menjalani hukuman kurungan penjara selama 13 tahun di Lapas Kelas 1 A Tangerang, Banten, dan Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Awi mengatakan pernyataan Titus tersebut tidak bisa ditelan mentah-mentah. Apalagi kasusnya sudah berjalan belasan tahun. "Ini semua harus dibuktikan, jangan mudah percaya. Tapi, ya, minimal itu jadi masukan buat pimpinan. Propam juga bisa mendalami apa betul kejadian itu terjadi," ujarnya.
Menurut Awi, jika pernyataan Titus terbukti, kepolisian pasti akan memberikan sanksi untuk pihak-pihak yang terlibat. Menurut dia, kekerasan yang terjadi saat pemeriksaan merupakan pelanggaran terhadap kode etik.
Selain itu, kata Awi, pendampingan pengacara diwajibkan bagi tersangka yang menerima ancaman penjara minimal 5 tahun. "Akan kami cari fakta-faktanya. Kalau ada faktanya, tentu kami tak akan menutup diri jika ada pelanggaran-pelanggaran," tutur Awi.
EGI ADYATAMA | AYU CIPTA