TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menilai, pemerintah perlu netral menyikapi kekerasan berbau agama. Menurut dia, pemerintah perlu membantu pembangunan kembali tempat ibadah yang menjadi korban perusakan.
Eva mengatakan pemerintah juga harus membantu pembangunan kembali vihara dan kelenteng, yang menjadi korban pembakaran, serta memperbaiki bangunan dan mobil yang dirusak saat kerusuhan Tanjung Balai terjadi, 30 Juli 2016. “Sebaliknya, siapa pun pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama juga harus ditangkap dan dihukum,” kata Eva di Jakarta, Ahad, 31 Juli 2016.
Pada 1953, kata Eva mengingatkan, Presiden Soekarno mengatakan jangan pernah ada aturan mayoritas dan minoritas di Indonesia. Menurut dia, perlakuan negara kepada setiap warga Indonesia harus sama tanpa pandang bulu. “Ini harus ditegakkan dari Singkil sampai Tolikara, dari Bogor sampai Bali,” ucap Eva.
Eva mengusulkan dana pembinaan masyarakat Kementerian Agama digunakan untuk program deradikalisasi, termasuk sosialisasi Islam yang toleran dan taat konstitusi. Insiden ini, kata dia, menguatkan kebutuhan terhadap peran negara untuk melakukan sosialisasi Pancasila dan pilar-pilar berbangsa serta bernegara.
Selain itu, Eva meminta masyarakat memahami risiko argumentasi minoritas harus menghormati mayoritas. Menurut Eva, Indonesia adalah negara yang punya bermacam agama dan suku sehingga mayoritas di suatu daerah bisa jadi minoritas di daerah lain. “Mungkin, secara sosial, bisa dipermasalahkan seorang perempuan non-muslim protes atas speaker masjid. Namun keberatan tersebut bukan kejahatan,” ucap Eva.
ARKHELAUS W.