TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Bidang Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, akan mengkaji pelaksanaan eksekusi mati gelombang pertama, kedua, dan ketiga. Kajian ini dilakukan karena banyaknya indikasi pelanggaran yang dilakukan pemerintah."Kami akan coba investigasi dan lihat setiap putusan terpidana mati ini ada problemnya atau tidak," kata Julius di kantor YLBHI Jakarta, Ahad, 31 Juli 2016. Julius mengatakan investigasi ini perlu dilakukan. Sebab, tidak semua data dipublikasikan.
Hal-hal yang akan dikaji, kata Julius, adalah putusan hukuman mati, pelaksanaan eksekusi, serta anggaran yang digunakan untuk mengeksekusi terpidana mati. "Semua akan dijadikan satu bundel dan akan kami menyerahkannya ke Presiden," ucapnya.
Selanjutnya, YLBHI akan memberikan waktu 3 x 24 jam kepada Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap atas kajian tersebut. Jika Presiden tidak mengindahkan, ia akan menggugat secara hukum.
Menurut dia, gugatan ini adalah jalan terakhir karena pemerintah tak pernah mengindahkan audiensi yang dilakukan para aktivis hak asasi manusia. Sebelum eksekusi gelombang ketiga dilaksanakan, sejumlah aktivis menggelar audiensi dengan pemerintah untuk meminta pelaksanaan eksekusi mati dikaji ulang.
Permintaan itu bukan tanpa sebab. Julius menemukan berbagai pelanggaran hukum sampai level prosedur teknis. Tak hanya itu, akuntabilitas anggaran juga tak terbuka. Terlebih, grasi yang tak kunjung diputuskan hingga terpidana dieksekusi mati adalah pelanggaran yang sangat nyata. "Jadi kami akan gugat." ucapnya.
MAYA AYU PUSPITASARI