TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Besar Pondok Pesanteran Lirboyo, Kediri, menganggap wafatnya Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Muhamad Subadar sebagai kehilangan besar bagi pondok. Almarhum dan putra-putrinya memperdalam ilmu agama di pondok pesantren tersebut.
“Hubungan Lirboyo dengan almarhum sangat dekat,” kata pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, KH Abdul Muid, kepada Tempo, Ahad, 31 Juli 2016.
KH Muhamad Subadar wafat pada Sabtu malam, 30 Juli 2016. Gus Muid, panggilan KH Abdul Muid, mengaku sangat kehilangan. Seluruh santri dan alumnus Lirboyo, kata dia, berduka atas kepergian tersebut.
Mas Subadar sepanjang usianya tak pernah mendalami ilmu agama selain di Lirboyo. Ia mulai masuk Pondok Pesantren Lirboyo pada 1970-an. Almarhum menjalani tali pernikahan atas prakarsa KH Marzuqi Dahlan, ayah KH Idris Marzuki.
Mas Subadar mempercayakan pendidikan putra-putrinya di Pondok Lirboyo hingga akhirnya terjalin kekerabatan sebagai besan. Ini lantaran empat dari putra-putri almarhum menikah dengan putra pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, seperti KY Anwar Manshur dan KH Kafabihi Mahrus.
Sosok Mas Subadar juga menjadi cendekia dan sumber solusi atas kelebihannya memahami fikih. Almarhum menjadi rujukan dalam setiap forum Bahtsul Masail ketika ada perdebatan atas suatu masalah. “Pengetahuan fikih almarhum luar biasa,” kata Gus Muid.
Karena itu, seluruh santri Lirboyo akan beribadah salat gaib untuk mendoakan almarhum. Jika tidak ada perubahan rencana, salat gaib ini akan berlangsung setelah salat Jumat pekan depan.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Desa Besuk, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, ini wafat di kediamannya setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Darmo, Surabaya. Sebelum meninggal, KH Mas Subadar dirawat sejak 13 Juli 2016 di rumah sakit tersebut. Karena kondisinya tak kunjung membaik, almarhum meminta untuk pulang.
HARI TRI WASONO