TEMPO.CO, Jakarta - Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Mas Subadar, yang juga pengasuh Pesantren Roudlotul Ulum, Besuk, Pasuruan, Jawa Timur, wafat dalam usia ke-74 di rumahnya, Sabtu malam, 30 Juli 2016, pukul 19.43, setelah sakit pada bagian perut dalam beberapa hari.
"Beliau sudah menjalani perawatan di Rumah Sakit Darmo, Surabaya, dari 13 Juli 2016, lalu beliau minta pulang karena gangguan perutnya tidak membaik," kata Ketua Pengurus Cabang NU Kabupaten Pasuruan Imron Mutamakkin kepada kantor berita Antara melalui telepon dari Surabaya, Minggu, 31 Juli.
Menurut Imron Mutamakkin, yang juga akrab disapa Gus Ipong, almarhum hingga wafat tercatat sebagai mustasyar atau penasihat PCNU Kabupaten Pasuruan. Bahkan almarhum, kata Gus Ipong, merupakan anggota AHWA PCNU Pasuruan yang memilih ketua dalam konferensi pada 24 April 2016.
"Beliau memang kader NU tulen karena memulai aktivitas berorganisasi dari IPNU (Ikatan Pelajar NU) Pasuruan pada 1967, lalu ke PCNU Pasuruan dan akhirnya ke Pengurus Wilayah NU Jawa Timur. Kini dia menjadi salah seorang Rais Syuriah PBNU. Karena itu, almarhum paham betul cara-cara berorganisasi," ujar Gus Ipong.
Pemimpin NU Kabupaten Pasuruan yang masih keponakan almarhum itu menjelaskan, warisan penting dari almarhum adalah pertimbangan syar'i (agama) harus menjadi rujukan utama dalam berorganisasi. "Almarhum tidak mempersoalkan perbedaan pendapat dalam berorganisasi, bahkan saya juga beberapa kali berbeda pendapat dengan beliau dalam rapat sampai rekan-rekan pengurus mengingatkan saya, tapi beliau justru mengajarkan hal penting dalam berdemokrasi," tuturnya.
Bagi almarhum, perbedaan dalam strategis adalah hal biasa, tapi setiap masalah harus dicarikan rujukan agamanya. "Kalau memang tidak ada dalam agama, maka hal itu bukan menjadi ukuran. Jadi ukuran utama adalah agama, baru kalau tidak ada, kembali kepada strategi organisasi," ucapnya.
Dalam pandangan almarhum, menurut Gus Ipong, rujukan agama itu penting untuk membedakan NU dengan organisasi lain serta menunjukkan pandangan agama ala NU atau Ahlussunnah wal Jamaah. Sebab, NU merupakan organisasi kepesantrenan, meski pengelolaan organisasi secara modern tetap perlu.
Rencananya, almarhum yang meninggalkan seorang istri serta tujuh putra dan putri itu dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Sladi, yang berjarak tidak sampai 1 kilometer dari pesantren, pada Minggu pukul 13.00. Informasinya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan wakilnya, Saifullah Yusuf, akan melayat.
Gus Ipong menambahkan, Gubernur Soekarwo juga sempat membesuk almarhum saat dirawat di RS Darmo. Hingga kini, ribuan pelayat sudah berdatangan ke rumah duka di kompleks pesantren, baik pejabat setempat maupun para ulama dari berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk pengurus Nahdlatul Ulama.
ANTARANEWS.COM