TEMPO.CO, Pontianak - Sebanyak 150 warga Desa Olak Olak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat bergegas mengungsi, keluar dari desa selama tiga hari terakhir ini.
Mereka merasa terancam sejak polisi menangkap empat warga pascakericuhan dalam aksi dalam menuntut pengembalian lahan mereka dari perusahaan sawit.
“Empat warga desa ditahan secara bertahap setelah aksi damai, yang ujungnya berakhir ricuh,” kata Wahyu Setiawan, Ketua Aliansi Gerakan Reformasi Agrasia Kalbar, Sabtu 30 Juli 2016.
Wahyu ditemui di salah satu tempat pengungsian warga di Pontianak. Tempat tersebut milik salah satu warga asal Kecamatan Kubu. Dia mengatakan, ada tiga titik tempat pengungsian. Hingga kini, para istri dan anak-anak masih terlihat trauma.
Di rumah tersebut mereka mengumpulkan uang untuk membeli makanan dan memasak bersama. Wahyu mengatakan, warga belum mau kembali ke rumah karena di desa mereka berkeliaran polisi dan preman perusahaan.
“Polisi berpihak pada perusahaan. Aksi damai yang akan dilakukan dengan memasang tenda dan membaca yasin bersama-sama, dibubarkan dengan paksa. Bahkan ada yang kemudian ditangkap,” kata dia.
Warga dituding membawa senjata tajam padahal dua buah parang yang didapat di lokasi tenda warga hanya digunakan untuk membangun tenda.
Mursi (50), kepala seksi pembangunan dan ekonomi desa menambahkan, polisi dari Polres Mempawah, pada Jumat lalu bahkan menangkap paksa seorang warga, yang dalam keadaan sakit. “Warga bernama Katim, ditangkap dituding melakukan pengeroyokan. Padahal, dia sedang terbaring sakit. Istrinya histeris, seperti penangkapan teroris,” kata dia.
Kata Mursi, sekitar 400-an warga melakukan aksi menuntut pengembalian lahan seluas 11.129,9 hektar, yang direbut perusahaan dengan inisial SR. Tuntutan warga itu berdasarkan keputusan Mahkamah Agung nomor 550 tahun 2013, yang memutuskan agar Hak Guna Usaha perusahaan tersebut dikembalikan pada negara.
Namun hingga kini, Badan Pertanahan Nasional tidak juga mengeksekusi lahan sengketa.
Sarni (33), yang tinggal dalam shelter mengatakan, polisi menetapkan suaminya, Franky, sebagai tersangka, atas tuduhan perusahaan tersebut mencuri buah sawit.
Dua anaknya sudah tiga hari tidak bersekolah. Karena takut ditangkap, Franky dan istrinya pun mengungsi. Lain halnya dengan Mariah (36), anak bungsunya sangat histeris saat polisi mendobrak masuk melalui pintu belakang. “Polisi bahkan meggeledah rumah saya. Tidak menunjukkan surat. Hingga kini anak saya takut liat polisi,” katanya.
Penggeledahan terjadi di rumah-rumah warga yang berada di patok 30 Dusun Melati, Desa Olak Olak Kubu pada Sabtu malam. Mobil, sepeda motor jenis Tossa dan kapal warga dibawa polisi. “Sebanyak 40 polisi yang masuk ke desa,” tambah Wahyu, salah seorang warga. Junarni (45) warga desa, bahkan mengalami serangan jantung.
Sementara, Franky salah seorang Ketua RT yang ditemui di tempat persembunyian warga mengatakan, dia menjadi target polisi berikutnya untuk ditahan. Ini bermula sejak ditangkapnya Kepala Desa Olak-Olak Kubu, Katin, oleh polisi pada Februari lalu setelah aksi unjuk rasa pertama.
Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Suhadi SW, membantah adanya sweeping polisi yang bekerja sama dengan pihak perusahaan sawit. “Polisi berada di lokasi unjuk rasa mewakili negara untuk mencegah adanya konflik antarwarga,” katanya.
Salah satu warga yang ditangkap, kata dia, diduga memobilisasi warga dari luar kabupaten, untuk ikut berunjuk rasa. Awalnya, Iksan, warga yang ditangkap, mengiming-imingi warga dari luar kabupaten untuk bekerja memanen sawit.
Iksan diamankan terkait pemukulan seorang anggota polisi dalam keributan. Polisi, kata dia, adalah aparat negara yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang, barang, surat menyurat dan bahkan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang patut diduga melakukan kejahatan.
“Polisi juga dilengkapi surat-surat saat melakukan penangkapan para tersangka,” tambahnya. Suhadi mengatakan warga tidak perlu mengungsi jika tidak bersalah.
Jika ada anggota polisi yang diduga melakukan pelanggaran prosedural, dia mempersilahkan warga melaporkan pelakunya ke Divisi Propam Polda Kalbar.
ASEANTY PAHLEVI