TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 1,5 bulan sebelum meletus kudeta militer di Turki, Sragen Bilingual Boarding School (SBBS) di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, sudah tidak berhubungan dengan PASIAD. Oleh pemerintah Recep Tayyip Erdogan, lembaga sosial asal Turki itu disebut berkaitan dengan jaringan Hizmet binaan Fethullah Gulen, ulama dan politikus yang dituding mendalangi kudeta.
"Sejak Juni 2015 lalu, kami sudah putus hubungan total dengan mereka," kata Wakil Kepala Humas SBBS, Ari Mayang, saat ditemui Tempo, Jumat, 29 Juli 2016.
Seperti diketahui, pemerintah Turki melalui Kedutaan Besar di Indonesa dalam situs resminya meminta sekolah-sekolah di Indonesia yang dianggap berkaitan dengan Gulen agar ditutup. Pemerintah Turki menuding Gulen, lewat organisasi binaannya, Hizmet, yang mereka sebut Fethullah Terrorist Oganisation (FETO), sebagai aktor intelektual upaya makar pada 15 Juli 2016.
Ari mengatakan, SBBS didirikan sejak 2008 atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Sragen dengan PASIAD--lembaga bentukan pengusah-pengusaha Turki yang membantu negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. "Pemkab Sragen yang punya gedung dan fasilitasnya. Buku-buku pelajarannya kami beli sendiri. PASIAD hanya mengisi manajemennya," kata Ari.
Menurut Ari, PASIAD pertama kali masuk ke Indonesia dengan menawarkan proposal pendirian sekolah yang berfokus membawa pelajar Indonesia untuk melanjutkan pendidikan ke Turki. Namun, dari hasil pengawasan dan evaluasi Kementerian Pendidikan pada 2015, PASIAD dinilai menyalahi prosedur. "Sebab, PASIAD yang semula mengusung program bantuan pendidikan itu kenyataannya justru bekerja. Jadi guru-guru asing (dari PASIAD) itu kami yang menggaji," kata Ari.
Ari berujar, gaji guru asing beserta stafnya, total sekitar sepuluh orang, itu semula dibayar dari dana APBD Kabupaten Sragen. Namun, setelah penggunaan APBD untuk guru asing itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan, akhirnya pembayaran gajinya ditanggung dari SPP siswa. "Besarnya tiap tahun sekitar Rp 1 miliar," ujar Ari.
Setelah Kementerian Pendidikan menghentikan kerja sama dengan PASIAD, Ari menambahkan, SBBS Sragen menjalin kerja sama dengan Amity College Australia. Kerja sama dengan Amity College itu harusnya berlangsung sampai November-Desember 2016. Namun, Kementerian Pendidikan kembali mengendus Amity College juga bermasalah dengan pemerintah Turki.
Menurut Kepala SD Negeri SBBS, Nur Cipto, Amity College ternyata masih berisi orang-orang PASIAD. "Pihak Amity saat itu beralasan tidak mungkin mengganti semuanya dalam waktu cepat, musti bertahap," kata Nur. Namun, Kementerian Pendidikan tetap meminta Pemkab Sragen menghentikan kerja sama dengan Amity College.
Setelah tidak bekerja sama dengan Amity College, SBBS yang berstatus Sekolah Program Kerja sama (SPK) kini masih mencari Lembaga Pendidikan Asing (LPA) untuk mengisi posisi guru asing. "Sejak berdiri, SBBS memang tidak seperti sekolah negeri biasa. Status SPK itu semacam sekolah bertaraf internasional, jadi berhak mempekerjakan guru asing," kata Ari.
DINDA LEO LISTY