TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, mengatakan pemerintah sedang menunggu hasil pemeriksaan WNI, yang menjadi korban kapal karam di Malaysia. Kapal itu terbalik di perairan Pantai Batu Layar, Johor, pada 23 Juli lalu, setelah mengalami mati mesin.
"Kami cek, itu kapal pasti dari perusahaan yang tak teregistrasi, karena tak ada nomor lambung, dan tak ada nama," ujar Iqbal saat ditemui Tempo di Kompleks Kemenlu, Pejambon, Jakarta, Jumat, 29 Juli 2016.
Kapal tersebut, ujar Iqbal, mengangkut 63 orang dari Johor, menuju Batam, padahal kapasitasnya hanya untuk 30 orang. "Itu 30 orang dijejer juga sudah sempit, apalagi dengan 63 orang, di malam hari saat air pasang."
Dalam kasus itu, sebanyak 34 penumpang berhasil selamat, dengan cara berenang dan berpegang pada benda yang mengapung. Sedangkan sisanya sempat dinyatakan hilang.
Selama lima hari pencarian oleh tim penyelamat (SAR) gabungan Malaysia, terdapat 15 korban tewas yang ditemukan hingga saat ini. Keterangan ini dilaporkan secara berkala oleh Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru. Dari jumlah itu, 10 orang sudah teridentifikasi, dan dipulangkan ke Indonesia.
Iqbal menyebut tak ada kendala dalam pemulangan para korban. "Untuk korban tewas, asal sudah teridentifikasi, jelas akan dikirim ke mana, siapa keluarganya, bisa langsung dipulangkan."
Kemenlu RI pun sempat berkoordinasi dengan Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri untuk mengantisipasi kebutuhan proses identifikasi.
Untuk 34 orang yang selamat, ujar Iqbal, mereka masih dimintai keterangan oleh pihak Imigrasi Johor, Malaysia. Dari hasil pemeriksaan sementara, mereka diketahui berasal dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Aceh, Jambi, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Pemulangan mereka masih diupayakan KJRI. "Mudah-mudahan dalam satu dua hari ini semua bisa dipulangkan," ujar Iqbal.
YOHANES PASKALIS