TEMPO.CO, Karawang - Seorang pria yang diduga dukun di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ditangkap polisi lantaran dituduh mencabuli seorang gadis di bawah umur. Peristiwa itu diperkirakan sudah berlangsung sejak korban masih menjadi pelajar SMP, empat tahun lalu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Karawang Ajun Komisaris Hairullah mengatakan korban yang baru kelas III SMK itu mengaku terpaksa melayani sang dukun karena di bawah ancaman ilmu hitam. "Korban takut karena pelaku mengancam akan mencelakai keluarga korban memakai ilmu hitam," ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis, 28 Juli 2016.
Menurut Hairullah, perbuatan dukun cabul itu bahkan berlangsung selama kurang-lebih empat tahun. "Bukan hanya sekali, perbuatan pelaku bahkan terjadi sejak korban duduk di kelas III SMP pada 2012 dan terakhir pada April 2016, hingga akhirnya korban hamil," katanya.
Hairullah mengungkapkan, berdasarkan pengakuan korban, pada April lalu, ia kembali bertemu dengan pelaku yang bernama Pandi alias abah, 62 tahun, itu. Saat berpapasan di suatu gang, pelaku melecehkan korban secara verbal. "Sambil mengancam, pelaku mengajak korban bersetubuh. Karena ketakutan, akhirnya korban ikut ke rumah pelaku, walau sempat menolak," ucapnya.
Perbuatan dukun itu terungkap setelah korban diketahui tengah hamil 2 bulan oleh orang tuanya. "Pemeriksaan ke forensik RSUD Karawang membuktikan korban telah hamil," kata Hairullah.
Keluarga korban langsung melapor ke Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polres Karawang. Petugas menindaklanjuti laporan tersebut pada 7 Juli 2016. Hairullah mengatakan, walaupun pelaku seorang dukun, petugas tidak mendapat ancaman ilmu hitam.
"Kini pelaku sudah kami tahan. Saat diperiksa, pelaku mengakui perbuatannya yang dilakukan terhadap korban yang masih di bawah umur," ujarnya.
Polisi akan menjerat pelaku dengan Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman kurungan penjara minimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
HISYAM LUTHFIANA