TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku dihubungi banyak negara, baik Eropa maupun Asia perihal eksekusi mati gelombang ketiga dinihari tadi, Jumat, 29 Juli 2016. Ia menyebutkan komunikasi itu tidak dalam konteks menekan.
"Tekanan tidak ada, tetapi ada imbauan dari mereka. Saya enggak menganggap hal itu sebagai tekanan ya," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung dinihari tadi mengeksekusi empat terpidana mati. Mereka, yang merupakan terpidana kasus narkotika, adalah Freddy Budiman, Michael Titus, Humprey Ejike, dan Cacetan Ucheha Onyeworo Seck Osmane.
Awalnya Kejaksaan berencana mengeksekusi 14 terpidana mati. Namun karena faktor yuridis dan nonyuridis, kata Prasetyo, akhirnya hanya empat yang dieksekusi. Sisanya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.
Prasetyo melanjutkan, telepon dari negara tetangga itu tidak hanya dari negara-negara yang warganya akan dieksekusi, seperti Nigeria, Pakistan, India, dan Zimbabwe. Ia berkata, imbauan pun datang dari negara lain, seperti Inggris dan lainnya.
Imbauan itu, kata Prasetyo, tidak berpengaruh pada pelaksanaan eksekusi secara keseluruhan. Meski ia mengaku menerima dan memperhatikan imbauan itu, pelaksanaan eksekusi tetap dilakukan berdasarkan pertimbangan hukum di Indonesia.
"Mereka harus menghormati kedaulatan hukum di Indonesia, seperti kami menghormati kedaulatan hukum mereka," ujar Prasetyo.
Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, mengaku belum tahu apakah peringatan apakah Presiden Joko Widodo menerima komunikasi serupa. Namun, kata ia, umumnya komunikasi tersebut melalui Kementerian Luar Negeri dahulu.
ISTMAN M.P.