TEMPO.CO, Bandung - Sekitar 23 juta dari 42 juta orang pekerja formal di Indonesia belum didaftarkan perusahaan sebagai peserta program perlindungan tenaga kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker). Jumlah peserta yang terdaftar total sekitar 19 juta orang. Mereka adalah 14 juta orang peserta dari sektor penerima upah, dan sekitar 5 juta tenaga kerja di sektor jasa konstruksi.
Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Naker Enda Ilyas Lubis mengatakan dari sisi kepesertaan perusahaan, jumlahnya baru 342 ribuan dari 600 ribuan perusahaan. Sesuai roadmap pemerintah, BPJS Tenaga Kerja harus melindungi seluruh pekerja formal. “Prioritas BPJS Naker di sektor formal, dan semua pengusaha wajib memberikan perlindungan terhadap pekerjanya,” kata Ilyas di sela pertemuan sosialisasi, pemantauan, dan evaluasi program BPJS Naker bersama Kejaksaan Agung di Bandung yang berlangsung 27-29 Juli 2016.
BPJS Tenaga Kerja menargetkan hingga empat tahun ke depan bisa ikut melindungi 45 juta pekerja formal dengan layanan jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Namun sampai saat ini, badan tersebut masih harus menghadapi persoalan.
“Masih banyak peserta perusahaan yang baru mendaftarkan pekerjanya sebagian, dan upah yang dilaporkan lebih kecil dari yang dibayarkan ke pekerja,” katanya. Pelanggaran seperti itu yang kini ingin ditertibkan bersama kejaksaan di semua provinsi secara bertahap, dimulai dari Jawa Barat. Selain itu, jumlah kepesertaan BPJS masih naik-turun seiring keluar-masuk tenaga kerja.
Pada semester pertama 2016 dari Januari hingga Juni, penambahan peserta BPJS Naker dari tenaga kerja baru sebanyak 7.222.033 orang dari tiga kelompok. Jumlah dari kelompok pekerja penerima upah sebanyak 2.793.136, dari pekerja bukan penerima upah 451.863 orang, dan dari jasa konstruksi 3.977.034 pekerja. ”Totalnya 19.640.847 orang,” kata Ilyas.
Penambahan itu tidak mendongkrak jumlah kepesertaan BPJS Naker dari 2015. Sebab sepanjang semester pertama 2016, jumlah tenaga kerja yang keluar mencapai sekitar 6,8 juta orang. Penyebabnya karena pekerja telah habis masa kontrak, dipecat, atau akibat proyek konstruksi yang selesai. “Ini terlihat dari pertumbuhan tenaga kerja aktifnya tidak terlalu besar, yang masuk diimbangi yang keluar,” ujar Ilyas.
ANWAR SISWADI