TEMPO.CO, Semarang - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan Jawa Tengah, Kamis (28 Juli 2016) menggelar unjuk rasa menolak keputusan pemerintah yang akan mengeksekusi mati Merry Utami (MU).
Unjuk rasa dilakukan di Simpang Lima hingga Jalan Pahlawan. Semarang, diikuti banyak organisasi, seperti LRC-KJHAM, LBH Semarang, mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Kabar Bumi, LPSAP, Fatayat, PBHI dan lain-lain. “MU mantan pekerja migran Indonesia, yang dijebak sindikat narkoba,” kata Witi Muntari, aktivis Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah.
Menurut mereka, status Merry Utami korban, juga diperkuat hasil pemantauan Komnas Perempuan tentang kerentanan perempuan menghadapi hukuman mati, dalam kaitannya kejahatan perdagangan orang dan narkoba. Pemantauan dilaksanakan 18 Mei, 2 dan 18 Juni 2016. Pengunjuk rasa mengungkap kronologis, mengapa Merry layak disebut sebagai korban perdagangan manusia.
Merry Utami, perempuan eks-buruh migran Taiwan ini, lahir di Sukoharjo Jawa Tengah. Dia tinggal di Magetan dan mempunyai 1 orang anak. Merry Utami adalah korban kekerasan dalam rumah tangga. Dia dipaksa suaminya untuk bekerja di Taiwan dua tahun. Upahnya selama bekerja yang dikirim ke rumah dihabiskan oleh suami. Akhirnya dia memutuskan berpisah dan melanjutkan menjadi buruh migran.
Setelah bercerai, Merry Utami bermaksud kembali ke Taiwan sebagai buruh migran. Saat mengurus dokumen di Jakarta, di Sarinah Thamrin, dia bertemu Jerry, laki-laki-laki yang mengaku warga negara Kanada, dan punya usaha dagang. Belakangan, Merry Utami ingat bahwa sejak di Taiwan, dia pernah didekati orang yang diduga kenal dengan Jerry. Merry Utami dan Jerry berpacaran selama 3 bulan.
Pada 16 Oktober 2001, Merry Utami diajak Jerry berlibur ke Nepal pada 17 Oktober 2001. Dia berangkat ke Nepal melalui Singapura seorang diri. Lalu transit di Thailand, bertemu Jerry. Namun Jerry berangkat dahulu. Bertemu di Nepal dan jalan-jalan selama 3 hari.
Pada 20 Oktober 2001 Jerry kembali ke Jakarta, mengaku mengurus bisnisnya. Merry Utami tetap diminta tinggal di Nepal, karena ada barang yang mau dititipkan. Barang itu berupa tas tangan yang diberikan untuk Merry Utami, karena tasnya sudah jelek. Tas itu juga bakal dijadikan sampel untuk ditawarkan kepada pembeli di Jakarta. Merry Utami menyangka dia hanya akan menunggu sehari atau dua hari, ternyata harus menunggu 10 hari.
Sebagaimana yang diminta Jerry, Merry Utami bertemu dua orang teman Jerry, bernama Muhammad dan Badru di Klub Studio 54. Muhammad menyerahkan tas tangan kepada MU yang sempat bertanya, mengapa tasnya berat. Dijawab Muhammad, karena tas itu tas berkualitas bagus dan berbahan kuat.
Merry Utami pulang Indonesia, 31 Oktober 2001 melalui Bandara Dukarno Hatta. Sepanjang perjalanan tas tangan itu bersama dia di kabin pesawat.
Merry Utami sempat lupa mengambil koper di bagian bagasi. Dia keluar bandara dan hampir naik taksi. Namun teringat kopernya, dia kembali masuk mencari kopernya di bagian lost and found. MU menemukan kopernya, namun ketika hendak keluar, petugas memeriksa tas tangan yang dibawa MU di mesin X-Ray.
Karena tidak merasa menyembunyikan sesuatu, Merry Utami memberikan tas tersebut untuk diperiksa dan dipindai mesin X-Ray. Disitu diketahui, terdapat narkoba jenis heroin seberat 1,1 kilogram, yang disembunyikan di bagian dinding tas.
Merry Utami ditangkap. Dia mencoba menghubungi Jerry, tapi nomornya sudah tidak aktif. Demikian juga dengan teman-teman Jerry. "Saat pemeriksaan di penegak hukum, MU disiksa agar mengakui barang haram itu," kata Witi.
Atas dasar itulah, Witi dan kawan-kawan mendesak, pemerintah tidak mengeksekusi mati MU.
ROFIUDDIN