TEMPO.CO, Jakarta - Terhukum mati perkara narkotik, Merry Utami, mengirimkan surat permintaan maaf kepada Presiden Joko Widodo. Surat yang ditulis di Cilacap, 26 Juli 2016, itu berisi penyesalan dan permohonan keringanan hukuman atau grasi.
"Ya, benar, Bu Merry yang menulis surat itu," kata penasihat hukum Merry, Troy Latuconsina. Troy membenarkan keaslian surat itu melalui pesan WhatsApp kepada Tempo, Rabu, 27 Juli 2016.
Surat itu telah dikirim ke Presiden Jokowi kemarin. Ia berharap Presiden dapat mempertimbangkan kasus Merry dan menunda eksekusi mati. "Tapi belum ada jawaban," ucapnya.
Merry divonis hukuman mati karena kedapatan membawa heroin sebanyak 1,1 kilogram di dalam tasnya. Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Menurut pengakuannya, tas itu milik teman prianya asal Nepal. Merry telah menjalani hukuman 15 tahun penjara.
Menurut Troy, Merry selalu berkelakuan baik selama di penjara, apalagi ia hanya korban. "Ini yang harus menjadi pertimbangan Presiden."
Surat yang ditulis terhukum mati asal Sukoharjo, Jawa Tengah, itu berisi:
"Saya Merry Utami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang pernah saya lakukan kepada negara ini. Saya mohon pengampunan dan keringanan dari Bapak agar hukuman saya dapat diperingan oleh Bapak yang saya hormati. Bapak, sungguh saya menyesal dengan kebodohan yang saya perbuat hingga membuat satu pelanggaran hukum. Semoga Bapak Jokowi dengan kemurahan hati bisa mengampuni semua yang pernah saya lakukan. Dengan rasa hormat, saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga Bapak dan keluarga selalu sehat."
Merry juga membubuhkan tanda tangannya dalam surat yang ditulis tangan itu.
DEWI SUCI RAHAYU