INFO NASIONAL - Ketika seorang anak berhasil meraih prestasi mendekati sempurna, siapakah yang berhak mendapat pujian tertinggi? Apakah sistem sekolah, kegigihan sang anak, ataukah dukungan tulus tiada henti dari orang tua?
Menurut Raeni, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.96, prestasi yang diraihnya merupakan hasil didikan, dorongan, dan dukungan orang tuanya. Menurut gadis kelahiran 13 Januari 1993 itu, sejak kecil, ia dibiasakan jujur, disiplin, mengakui kesalahan, dan mensyukuri hidup. “Bapak orangnya tegas. Ketika saya salah, ya harus mengaku salah. Bapak selalu mengarahkan supaya hidup sederhana,” tuturnya.
Baca Juga:
Ayah Raeni, Mugiyono, hanyalah seorang tukang becak. Saat diwisuda pada 2014, Raeni hadir ke tempat wisuda diantar ayahnya naik becak. Mugiyono dan istrinya, Sujamah, sangat bangga dengan prestasi yang diraih putri keduanya itu. Kini Raeni hampir menuntaskan studi S-2 jurusan International Accounting and Finance, The University of Birmingham, Inggris, dari Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Sementara itu, di belahan lain Indonesia, Pekalongan, pasangan Suparno dan Setiawati, buruh batik di Pekalongan yang tidak tamat sekolah dasar, berhasil membawa putra sulungnya meraih gelar Doktor (S-3) Sel Matahari di Jepang. Miftakhul Huda, lahir 3 April 1986, selalu menyabet ranking pertama di kelasnya sejak SD. Atas prestasinya, ia meraih beasiswa dari pemerintah Jepang untuk kuliah di jurusan teknik listrik di Universitas Gunma, Jepang.
Miftakhul lulus S-2 dengan predikat terbaik dan langsung memperoleh beasiswa S-3 dari Yayasan Sanrio Co Ltd. Ia mengambil spesialisasi di bidang nanoteknologi, semikonduktor, dan sel matahari di Universitas Gunma. Pada 2014, di usia 27 tahun, ia berhasil mengantongi titel doktor setelah menempuh studi selama dua tahun. Kini ia bekerja sebagai peneliti di Tokyo Institute of Technology.
Baca Juga:
Keberhasilan Miftakhul Huda tak lepas dari peran ayah dan ibunya. Meski tak pernah mengecap pendidikan tinggi, ayah dan ibunya memiliki kesadaran dan motivasi senantiasa mendorong anak-anaknya. “Saya katakan kepada mereka, selama bersekolah dan masih bisa belajar, jangan pernah rewel, kecuali memang sudah tidak bisa jalan. Makanya anak-anak saya semua seperti itu. Bahkan, meski hari sedang hujan, mereka tetap berangkat sekolah atau mengaji,” ucap Suparno.
Saat ditanya apa kuncinya melahirkan anak-anak yang berprestasi dan apakah ada makanan khusus yang diberikan mereka untuk anak-anak, Suparno hanya tertawa. “Tiap pagi mereka makan nasi megono (nasi khas Pekalongan), tempe goreng, dan kerupuk,” ujar Suparno sembari tersenyum.
Dalam kegiatan Semarak Pendidikan Keluarga yang digelar di Jakarta, 30 Juli 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memberikan penghargaan Keluarga Hebat kepada orang tua Raeni dan Miftakhul Huda, serta 13 orang tua dari anak berprestasi lain yang memiliki kisah serupa.
Untuk menginspirasi keluarga di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pendidikan anak-anak. Pemerintah berharap, makin banyak keluarga hebat yang melahirkan anak-anak berprestasi di seluruh Indonesia. (*)