TEMPO.CO, Bantul - Forum Rakyat Korban Bencana Bantul, unjuk rasa di kantor Dewan. Mereka menemukan adanya pungutan liar, saat pendaftaran siswa di sekolah negeri, di berbagai kecamatan di Bantul, DIY. "Nominalnya hingga Rp 7 juta per siswa," kata Andriyanto, anggota Forum Rakyat Korban Bencana Bantul, Selasa (26/7).
Menurut dia, sejak musim pendaftaran siswa baru tahun ajaran ini, dia menyebar anggota untuk menginvestigasi pungutan biaya sekolah di 17 kecamatan. Hasilnya, ditemukan pungutan untuk berbagai macam kebutuhan. Di antaranya, biaya seragam, uang pembangunan gedung, dana beli mobil, dana investasi tanah. Bahkan ada sekolah yang akan membeli bus sekolah dari pungutan itu. "Alasannya, itu keputusan komite sekolah," kata dia.
Padahal, pemerintah telah menganggarkan biaya operasional sekolah. Baik dari anggaran pemerintah pusat, propinsi mau pun kabupaten/kota. Anggota forum itu, menuntut agar pemerintah Kabupaten Bantul menindak sekolah yang masih memungut biaya tidak sah. "Untuk seragam sekolah harus ada ambang batas atau standar harganya," kata Andryanto.
Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Bantul, Masharun Ghazali, menyatakan belum menerima laporan adanya dugaan pungutan itu. Dia berjanji akan mempelajari dulu laporan masyarakat itu.
Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejujuran mendapat dana operasional sekolah dari pemerintah, yang jumlahnya rata-rata Rp 4 juta per siswa per tahun. "Masing-masing sekolah berbeda anggarannya. Ada yang hanya Rp 3,5 juta, Rp 4 juta, bahkan ada yang Rp 6 juta per siswa per tahun," kata dia. MUH SYAIFULLAH