TEMPO.CO, Jambi - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi Musri Nauli menilai pengusutan kasus kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi dilakukan setengah hati. Apalagi yang melibatkan perusahaan atau korporasi. “Diragukan hasilnya akan maksimal dan menimbulkan efek jera,” katanya, Senin, 25 Juli 2016.
Musri juga mempertanyakan teknik penanganan perkara kebakaran hutan dan lahan yang masih menerapkan sistem hukum pidana umum. Bukan pidana khusus. Selain itu, sangat kental sikap tebang pilih, karena lebih banyak perusahaan kecil yang diusut.
Baca Juga:
Menurut Masri, pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu, melibatkan banyak perusahaan besar, khususnya perusahaan tanaman industri. Di antaranya PT Wirakarya Sakti yang tergabung dalam Sinar Mas Group. “Perusahaan itu tidak diusut sama sekali,” ujarnya.
Musri mengatakan, terhadap oerusahaan yang diusut, seharusnya tidak hanya dikenakan ancaman hukuman pidana penjara. Tapi juga harus disertai denda. Pembakaran hutan maupun lahan untuk kepentingan industri telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, mengganggu kesehatan warga dan secara material juga merugikan banyak orang. “Pencabutan izin perusahaan juga harus dilakukan agar ada efek jera,” ucapnya.
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Diki Kurniawan. Menurut dia, apa yang diterapkan pihak penyidik jauh dari harapan semua pihak. "Saya lebih setuju dilakukan pencabutan izin dan pidana denda, karena hukuman seperti itu lebih efektif dan memiliki efek jera," tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, dari 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran, hingga saat ini baru empat berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh pihak kejaksaan. Para tersangkanyapun hanya dijerat dengan pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto pasal 187 ayat (1) KUHP atau pasal 188 KUHP.
Empat tersangka dari empat berkas perkara itu adalah Dermawan Eka Setia Pulungan selaku Estate Manager PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Muarojambi; Munadi yang menjabat Head of Operation PT Ricky Kurniawan Kertapersada; Iwan Worang sebagai Direktur Utama PT Dyera Hutan Lestari yang berlokasi di Tanjungjabung Timur; serta Suwaiyah, salah seorang karyawan perusahaan perkebunan sawit di wilayah Kabupaten Sarolangun.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jambi Ajun Komisaris Besar Kuswahyudi Tresnandi mengatakan penyidik Polda Jambi sudah bekerja maksimal menangani kasus kebarakaran hutan dan lahan.
Kuswahyudi mengakui proses penyelidikan dan penyidikan memakan waktu yang lama karena harus mendatangkan banyak saksi ahli. Dia juga membantah penanganannya dilakukan setengah hati. “Jika ada yang menilai kami tidak serius, itu tidaklah benar,” katanya, Senin, 25 Juli 2016.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Erbindo Saragih menyatakan keyakinannya empat tersangka tersebut akan dijatuhi pidana maksimal oleh majelis hakim agar ada efek jera. Diapun menilai penyidik Polda Jambi sudah melakukan pengusutan secara maksimal. Penerapan pasal yang dijeratkan kepada para tersangka juga sudah tepat. "Penyidik kami pun juga telah menambahkan pasal lain untuk menjerat tersangka, yakni pasal yang terkait undang-undang kehutanan dan undang-undang perkebunan," ujarnya.
Erbindo menjelaskan, jaksa dalam melakukan penuntutan di pengadilan juga menilai kesiapan peruhasaan dalam mengatasi kebakaran, baik segi personil maupun peralatannya.
SYAIPUL BAKHORI