TEMPO.CO, Makassar - Kepala Badan Nasional Narkotika Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan pengawasan pelabuhan di wilayah Indonesia Timur tidak ketat. Adapun sebagian besar penyelundupan narkotika di daerah-daerah di Indonesia Timur dilakukan melalui jalur laut.
Menurut Buwas, panggilan akrab Budi Waseso, jaringan pengedar narkotika memanfaatkan minimnya pengawasan itu. "Para pengedar telah mempelajari kelemahan pengawasan sehingga dengan mudah mengirim paket narkotika," katanya seusai menandatangani nota kerja sama BNN dengan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) IV dan Universitas Hasanuddin di Makassar, Senin, 25 Juli 2016.
Buwas mengatakan PT Pelindo IV, yang berpusat di Makassar, Sulawesi Selatan, membawahi kegiatan operasional 24 pelabuhan laut di wilayah timur Indonesia. Semua pelabuhan itu dinilai sangat rawan menjadi pintu masuk bagi pengedar berbagai jenis narkotika.
Dia menjelaskan, modus operandi penyelundupan sabu-sabu dan ekstasi sudah dilakukan dengan memanfaatkan jasa perusahaan pengiriman yang legal. Para penyelundup mengirim narkotika melalui paket yang disisipkan bersama barang kiriman lainnya. "PT Pelindo harus memikirkan teknis pemeriksaan barang-barang yang masuk ke pelabuhan," ujarnya.
Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri itu mengatakan ketersediaan peralatan deteksi di pelabuhan belum sepenuhnya memadai. Buwas meminta pihak PT Pelindo IV segera melakukan pengadaan alat deteksi berupa mesin x-ray. "Juga diupayakan penggunaan anjing pelacak," ucapnya.
Direktur Utama PT Pelindo IV Doso Agung mengakui segala kelemahan dan tidak ketatnya pengawasan di pelabuhan. Menurut dia, pihaknya akan membuka akses kepada BNN untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika. "Secepatnya kami juga akan mengupayakan pengadaan alat deteksi," tuturnya.
Doso mengatakan pihaknya juga akan segera memfasilitasi pihak BNN untuk stand-by di setiap pelabuhan. PT Pelindo IV juga berencana meminta BNN memberi pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan penyelundupan narkotika kepada petugas pelabuhan. "Kami juga akan mengintensifkan inspeksi mendadak," ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu melalui pelabuhan laut di bawah pengelolaan PT Pelindo IV sudah beberapa kali terjadi. Pada 2016 setidaknya ada dua kasus penyelundupan sabu-sabu melalui Pelabuhan Ajatappareng, Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
Pada Jumat, 5 Februari 2016, aparat Kepolisian Resor Parepare mengungkap penyelundupan sabu-sabu seberat 10 kilogram senilai Rp 20 miliar. Sabu-sabu itu berasal dari Malaysia dan masuk ke Indonesia melalui Nunukan, Kalimantan Utara. Barang haram itu diduga milik NN, warga Kabupaten Sidrap, yang merupakan bandar besar sabu-sabu.
Kemudian, pada 12 Februari 2016, kembali diungkap penyelundupan sabu-sabu seberat 1 kilogram. Barang itu milik Kaharuddin, warga Jalan Bukit Madani, Kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung, Kota Parepare. Modus operandi yang digunakan tergolong rapi. Sabu-sabu dimasukkan ke sebuah tas yang didesain sedemikian rupa. Tas juga dilapisi bahan aluminium sehingga sabu-sabu tidak terdeteksi perangkat x-ray saat melewati pemeriksaan barang di Pelabuhan Ajatappareng.
ABDUL RAHMAN