TEMPO.CO, Jakarta - Sudah dua tahun Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memimpin korps Adhyaksa. Selama itu pula, gebrakan yang diharapkan bisa menaikkan pamor kejaksaan dalam memberantas korupsi masih dipertanyakan.
"Kita bingung apa gebrakan yang dibuat oleh Prasetyo," kata anggota Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter dalam diskusi “Catatan terhadap Kejaksaan RI” di kantornya, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Ahad, 24 Juli 2016.
Lola menilai saat ini banyak perkara yang mandek di kejaksaan. Kasus-kasus besar yang menjadi perhatian publik, seperti Setya Novanto dan Riza Chalid, hingga saat ini belum tampak kejelasannya. Selain itu, kejaksaan memiliki tunggakan eksekusi untuk perkara korupsi, seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Cessie Bank Bali (BLBI).
Menurut Lola, kejaksaan sangat lambat menangani kasus BLBI. Update terakhir kali adalah Kejaksaan Agung berhasil memulangkan terpidana kasus BLBI Samadikun Hartono. Namun, hingga hari ini, belum jelas soal penggantian kerugian negaranya.
Selain itu, Lola menganggap Kejaksaan Agung kurang transparan dalam memberikan informasi terkait penyelamatan aset negara. Menurut dia, pidana uang pengganti harus benar-benar dieksekusi karena berkaitan dengan pembayaran kerugian negara. "Kalau sampai itu eksekusi tidak berjalan, negara akan tekor," katanya.
Berdasarkan pada hasil temuan ICW, besaran kerugian negara pada semester I tahun 2016 mencapai Rp 1,4 triliun. Dari total tersebut, ada sekitar Rp 400 miliar yang belum dibayarkan.
MAYA AYU PUSPITASARI