TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi media sekaligus pengisi acara di salah satu stasiun televisi swasta, Maman Suherman, mengatakan 69,9 persen siaran televisi di Indonesia diisi konten-konten yang berasal dari Pulau Jawa, khususnya Jakarta. Padahal, menurut dia, terdapat sekitar 300 stasiun televisi lokal yang tersebar di Indonesia.
"Ternyata kebanyakan dari mereka cuma merelai program dari stasiun-stasiun televisi yang ada di Jakarta. Padahal stasiun televisi lokal diharapkan mampu memberikan keberagaman dalam televisi kita," ujar Maman dalam diskusi "Telefiksi: Dongeng Semu Penyiaran" di Plaza Semanggi, Jakarta, Sabtu, 23 Juli 2016.
Senada dengan Maman, akademikus dan peneliti media, Ignasius Haryanto, mengatakan siaran televisi saat ini terlalu “Jakarta-sentris”. "Isi sinetron kita, cara berbicara, masalahnya, khas Jakarta banget. Artinya, kita harus aware bahwa Indonesia bukan cuma Jakarta," katanya.
Agar tayangan di televisi ke depan lebih beragam dan kreatif, menurut Ignasius—akrab disapa Kumkum—Komisi Penyiaran Indonesia perlu bertindak dan fokus pada penciptaan penyiaran yang sehat agar masyarakat dapat mendapatkan manfaat ketika menonton televisi.
Penulis yang juga wartawan Tempo, Leila Chudori, menambahkan bahwa regulator, dalam hal ini, memang diperlukan agar siaran televisi lebih sehat. Dia mencontohkan, dalam pemilihan presiden 2014, terjadi kekacauan yang luar biasa dalam siaran televisi. "KPI menegur, tapi dicuekin," ucapnya.
Baca Juga:
Kumkum menilai KPI harus independen dalam menjalankan tugas. KPI pun, menurut dia, harus kompeten dan mengerti kompleksitas dunia penyiaran. "Tapi sepertinya ini bukan prioritas anggota Dewan dalam memilih anggota KPI yang baru. Padahal kita butuh KPI yang independen," tuturnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI