TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung untuk kasus terpidana mati Yusman Telambanua.
Kepala Divisi Hak Sipil Politik Kontras Putri Karnesia menyatakan alasan utama PK karena telah ditemukan bukti baru terkait dengan kasus pembunuhan ini.
"Dari bukti yang kami dapatkan Yusman adalah anak-anak saat proses hukum berjalan," kata Putri di kantor Kontras, Jakarta, Sabtu, 23 Juli 2016.
Bukti itu didapatkan setelah Kontras melakukan pemeriksaan radiologi forensik terhadap gigi Yusman di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran.
Hasilnya, saat diperiksa dokter pada 17 November 2015, usia Yusman berada di kisaran 18,4-18,5 tahun. Dengan demikian, ucap Putri, saat terjadi tindak pidana seperti yang disangkakan penyidik, yaitu 4 April 2012, usia Yusman baru menginjak 15-16 tahun.
Putri menegaskan tersangka anak di bawah umur tidak boleh dijatuhi hukuman mati.
Lebih lanjut, Putri melihat sejak awal kasus Yusman penuh dengan keganjilan. Mulai dari ketidakjelasan usia pelaku hingga proses pengadilan, yang tidak mendatangkan saksi kunci pembunuhan.
Yusman juga disebut-sebut dipaksa mengaku ihwal usianya oleh penyidik. "Ada dugaan rekayasa penyidikan dan pengadilan," kata dia.
Putri berharap PK yang diajukan ke Mahkamah Agung bisa membatalkan putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara. Kontras menilai vonis mati terhadap Yusman menjadi contoh buruk mekanisme pemidanaan hukum di Indonesia.
Pemerintah pun diminta untuk mengevaluasi putusan hukum yang berkaitan dengan hukuman mati.
Seperti diberitakan, Yusman Telaumbanua alias Aris bersama Rusula Hia alias Ama Sini, dijatuhi vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara, pada Mei 2013. Keduanya dituding terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br. Haloho.
ADITYA BUDIMAN