TEMPO.CO, Yogyakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemuka adanya dugaan pelanggaran HAM pada saat pembubaran aksi mahasiswa Papua di Yogyakarta pada 15 – 16 Juli 2016. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menyatakan ada tujuh dugaan pelanggaran HAM pada aksi dukungan terhadap Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) itu.
Nataluis Pigai mengatakan ini merupakan kesimpulan sementara yang masih memerlukan analisis yang lebih mendalam. Komnas HAM, kata dia, menduga ada pelanggaran kebebasan berekspresi seperti yang telah diatur dalam UU No 12 tahun 2005 tentang ratifikasi kovenan politik.
Polisi diduga membatasi kedaulatan orang untuk berpikir dan menyatakan pendapatnya. Komnas HAM juga menemukan fakta terjadinya penganiayaan dan penyiksaan terhadap mahasiswa Papua. Sebanyak tujuh mahasiswa Papua ditangkap polisi dan satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ada pula dugaan perlakuan diskriminasi etnis dan rasial. Hal itu bisa dilihat dari ujaran bernada kasar dan penuh kebencian dari ormas. "Ini persoalan yang sangat serius," kata Pigai. Polisi juga diduga sengaja membiarkan anggota ormas mengepung Asrama Papua dan melontarkan kata-kata yang berbau rasis.
Selain itu, ada indikasi polisi dan ormas menebar teror sehingga mahasiswa Papua ketakutan. Padahal, kata dia, pemerintah punya kewajiban untuk melindungi setiap orang yang menghuni daerah itu.
Hal yang tak kalah penting, kata dia, adalah ucapan Sultan yang menyatakan tentang separatisme yang dikaitkan dengan pembubaran rencana aksi mahasiswa Papua. Ucapan Sultan yang dipublikasikan sejumlah media massa punya potensi untuk membawa kebencian terhadap mahasiswa Papua.
Pigai menyesalkan ucapan Sultan itu sebagai gubernur, tokoh nasional, dan raja. Apa yang Sultan sampaikan itu berbahaya karena sebagai raja hal itu bisa dianggap warga Yogyakarta sebagai titah raja. Pigai berharap Sultan memberikan klarifikasi atas pernyataan itu.
Menurut Pigai, Komnas HAM akan mengumumkan hasil investigasi secara resmi pada akhir Juli. Mereka akan menganalisis data dan fakta yang ditemukan selama berada di Yogyakarta. Undang-Undang No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Etnik menyebutkan orang yang terbukti rasis diancam hukuman lima tahun penjara. Sedangkan, untuk denda sebesar Rp 500 juta.
Dalam investigasi itu, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai telah bertemu aktivis Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, mahasiswa Asrama Papua, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku BuwonoX, dan Kapolda DIY Brigjen Erwin Triwanto, dan Kapolres Yogyakarta Tommy Wibisono dalam waktu yang tidak bersamaan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY, Anny Pudjiastuti mengatakan polisi hanya mengamankan ketegangan yang terjadi di Asrama Papua. “Apa yang kami lalukan sesuai prosedur. Tujuan kami mengamankan dan menghindari terjadinya bentrokan,” kata Anny.
SHINTA MAHARANI