TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lentera Anak meminta Presiden Joko Widodo melindungi anak-anak dari konsumsi rokok. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2014, ada 20,3 persen remaja Indonesia berusia 13-15 tahun yang kecanduan rokok.
“Dengan meratifikasi konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), Indonesia akan berkomitmen membuat aturan yang lebih ketat dan menyeluruh untuk melindungi anak-anak,” kata Ketua Lentera Anak Lisda Sundari dalam press release pada Selasa, 19 Juli 2016.
Peraturan tersebut, ucap Lisda, membahas tiga kebijakan untuk melindungi anak dari konsumsi rokok. Pertama adalah membatasi akses rokok dengan menaikkan harga dan tidak menjual produk secara bebas. Kedua, melarang iklan rokok, agar anak tidak menjadi target pemasaran industri. Ketiga, menerbitkan peraturan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap rokok.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2013 oleh Kementerian Kesehatan, sebanyak 36,3 persen dari 1.027.763 anggota rumah tangga merokok. Salah satu penyebab tingginya jumlah perokok pemula ini adalah peraturan pengendalian tembakau di Indonesia yang tidak ketat. Kelonggaran tersebut dibuktikan dengan maraknya penjualan rokok di warung-warung dekat sekolah. Iklan rokok pun digunakan industri untuk membidik pasar anak muda.
“Saya mengutip data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) bahwa ada 60,7 persen anak-anak yang melihat iklan promosi rokok di toko-toko; ada 62,7 persen anak yang melihat iklan rokok di TV, video, dan film; serta ada 7,9 persen anak yang mengaku pernah ditawari rokok oleh penjual rokok,” tutur Lisda.
Lisda menegaskan, dampak rokok akan terasa dalam 10-15 tahun ke depan. Anak yang merokok lama-kelamaan akan ketagihan kemudian terjangkit penyakit. Karena itu, Lisda berharap peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli mendatang dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada semua anak Indonesia.
LANI DIANA | WD