TEMPO.CO, Surabaya - Jumlah tersangka kasus korupsi tambang pasir ilegal yang dilakukan pihak PT Indonesia Minning Modern Sejahtera (PT IMMS) terus bertambah setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menahan tersangka baru, Ninis Rindhawati, 45 tahun.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Aryzianto menjelaskan, Ninis ditahan di Rumah Tahanan Negara Medaeng, Senin, 18 Juni 2016. "Rencananya ditahan selama 20 hari," katanya pada Selasa, 19 Juli 2016.
Ninis, pegawai negeri sipil yang juga mantan pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang pada 2010, menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB. Sorenya, ia dijebloskan ke penjara. “Penahanan dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan,” tutur Romy.
Menurut Romy, berdasarkan hasil penyidikan, Ninis diketahui melakukan kesalahan karena mengeluarkan izin penambangan PT IMMS. Sebelumnya, pada 2010, saat Ninis memimpin Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang, PT IMMS mengajukan Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi ( IUP-OP) di Blok Dampar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Romy menjelaskan, Ninis, ketua penilai amdal, seharusnya tidak meloloskan amdal PT IMMS. Perusahaan itu tidak memiliki dokumen-dokumen pendukung dan izin-izin yang diperlukan, di antaranya izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).
Kenyataannya, kata Romy, PT IMMS tetap menambang pasir di kawasan hutan seluas 1.195, 856 hektare mulai 2010 hingga 2014. Sedangkan lahan yang digunakan merupakan kawasan hutan milik Perhutani. Akibatnya, negara rugi Rp 79 miliar.
Sebelumnya, penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menahan tiga tersangka. Mereka adalah Lam Cong San, Direktur PT IMMS; Abdul Ghofur, Ketua Tim Teknis Dokumen Amdal Pemerintah Kabupaten Lumajang; serta Abdul Rahem Faqih, dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya Malang, yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur CV Lintas Sumberdaya Lestari.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH